Langsung ke konten utama

Menikmati Proses Menjadi Dewasa


It’s been 3 years i live in this town. Time’s goes faster and I had a lot of memories here. Happines, sadness, felt in love, heart broken *plak!

Rasanya baru kemarin, hijrah di kota ini untuk menuntut ilmu alias lanjut kuliah. Pertama kali ke sini dengan seorang teman. Waktu itu bingung mau tinggal dimana, akhirnya pas pertama kali sampai, tidur di rumah sepupu teman saya. Waktu itu pukul 4 subuh. Rasanya ingin nangis waktu itu. karena harus datang sendiri ke kota ini tanpa mama. Dan saat itu, semuanya harus saya urus sendiri. 

Paginya saya dijemput seorang teman yang bahkan saya sendiri belum kenal. Hanya sekedar tau bahwa dia adalah adik dari teman kantor om saya (dan sekarang menjadi sahabat baik saya). Dan saya akan tinggal di rumahnya selama beberapa waktu ke depan.

Perlahan, saya mulai terbiasa dengan suasana kota ini. Kesana-kemari naik angkot (waktu itu belum punya motor dan belum bisa bawa motor), urus ini, urus itu. Saya juga mulai belajar mencuci. Karena saya sadar, selama 4 tahun ke depan, tidak ada lagi fasilitas ‘tukang cuci’ seperti sebelumnya. 

Saat Ormik penerimaan di universitas, mama datang dan akan tinggal 2 minggu disini. Untunglah waktu pertama kali pindah kos, ada mama yang mengurus semuanya. Karena saya juga mulai sibuk dengan tetekbengek kuliah. Saat pulang kuliah, makan siang sudah tersedia. Kos selalu besih dan rapi, dan baju kotor selalu dicucikan.

Selama itu, semuanya berjalan baik. Saya pikir akan menyenangkan tinggal di kota ini. sampai akhirnya mama pulang. Dan semuanya terbengkalai. Tidak ada makan siang sepulang kuliah, kos berantakan, dan baju kotor menumpuk. Mama menelepon untuk menanyakan kabar dan saya mulai berkeluh sambil menangis. Masih teringat dengan jelas, nasihat mama waktu itu.


“Ika kuliah bukan cuma untuk belajar dan jadi sarjana. Tapi ini adalah salah satu proses pendewasaan. Ika harus keluar dari zona nyaman, dan mulai membiasakan diri untuk hidup mandiri. Proses untuk menjadi dewasa, itu yang mama inginkan.”


Dan inilah saya sekarang. Memasuki usia 20. Belum bisa dikatakan dewasa, tapi setidaknya saya sedang menikmati proses menjadi dewasa.

On my way to be a better person

Palu, penghujung Mei 2013

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Glimpse of Memorable Memories

I am writing this with Kiss the Rain and Stay in Memory by Yiruma playing in Youtube. It seriously making me baper . I am trying to remember every single thing we've been through together in the past 3 months. But this is not gonna be a long post that show every details. It's just the voice of  my heart (I don't know how to say curahan hati in English). Sorry if there are some things missed. Our story started at 29th of November 2015. In the day before the opening of our course program, we decided to meet in the gate of ITB for looking for a language center building. There were only 8 of us. Some of us maybe already knew each other because we came from the same region. But mostly, that was our first meet. Oh yes, I already met Cintya the beautiful moon accidentally in Juanda airport before. The next day, we finally met each other. All of us. I remember we sat in the front, introduced our name and the place where we came from. I also remember the Jembernese came togethe...

Perempuan, jodoh dan S2.

Kemarin saya dan Mama saya ngobrol santai di meja makan. Tiba-tiba bahasannya menyerempet ke arah jodoh. Sebenarnya saya selalu menghindari topik macam begini dengan keluarga saya. " Kamu kalau udah umur 25 belum nikah, udah susah cari jodoh nanti. S2 lagi" Tante saya juga pernah bilang : "Kamu nggak mau sama si X? Dia S2 juga loh" Wkwk xD Ada yang perlu saya luruskan disini: Saya tidak pernah menganggap kuliah sebagai sarana mencari ijazah lalu pamer gelar dan lantas pilih-pilih teman apalagi jodoh. Allah tidak menilai orang dari ijazah, lantas saya siapa mau pilih suami dari strata pendidikan? Wkwk. Alasan saya melanjutkan studi S2 bukan biar uang panai jadi tinggi macam yang di meme itu xD. Bahkan kalau misalnya saya juga menganggap diri saya sebuah barang yang bisa dilabeli dengan harga, saya juga tidak akan melabeli diri saya dengan harga tinggi. Kenapa? Saya yang tau  diri saya dengan semua kekurangannya. Dari segi akademik saya bukan mahasiswa yan...

Pada Deretan Huruf

Pada deretan huruf, aku tuliskan cerita. Tentang kita yang menyapa pagi, meramu siang, dan menghimpun malam. Kita yang sebelumnya tak saling kenal, dunia kita tak bersentuhan, lingkaran kita tak beririsan, lantas dipertemukan dalam suatu epidode yang mengakrabkan kita dengan cara istimewa. Pada deretan huruf, aku abadikan kisah. Tentang kau dan aku yang beda, yang tak serupa, tapi berjalan beriringan. Setiap kata merapalkan kejujuran, bahwa setiap beda tak mesti bertentang. Hal yang kadang membuat kita berdebat, nyatanya tetap bisa membuat kita tertawa bersama. Pada deretan huruf, aku rekam setiap momen. Tentang kau yang memahamkanku bahwa dunia bukanlah ruang sempit. Ia tak melulu tentang barat dan timur, atau utara dan selatan. Kau pula yang memahamkanku bahwa kita adalah bagian dari milyaran manusia, yang tertakdir bertemu disini. Pada deretan huruf, aku bekukan kenangan. Tentang kita yang selalu berceloteh bahwa hari seperti dilipat, dan harapan agar ia bisa sedikit melambat....