Dear Rafiqah Setiawaty
Apa kabar hari ini? Masihkah senyum itu merekah manis? Masihkan
mimpi-mimpi itu membuatmu terjaga dari lelap?
Jika iya, lalu ada apa dengan suara sumbang itu? Mengapa akhir-akhir
ini selalu ada keluh yang keluar dari mulut yang sama dengan yang dulu pernah
berjanji tak akan menyerah?
Mari kita kembali ke masa lalu. Ingatlah pertama kali saat
kau dengan tega menyesatkan langkahmu pada pilihan ini. Mencoba untuk keluar
dari tempurung. Melihat lebih luas dan melangkah lebih jauh. Betapapun orang-orang
menentangnya, kau tetap kukuh. Katamu dunia itu luas dan mimpimu terlalu
berharga untuk dikorbankan.
Ingatlah dirimu yang dengan semangat menyusun kepingan-kepingan mimpi menjadi utuh. Ingatlah harga yang sudah kau bayar demi setiap
keping. Ada keringat, air mata dan doa yang tak pernah putus di situ. Dan yang
lebih penting, ingatlah siapa yang harus kau tinggalkan demi menyusun kepingan-kepingan
selanjutnya.
Kepingan-kepingan itu memang masih sangat jauh dari utuh,
tapi bagian yang sudah kau selesaikan juga tak sedikit. Lelah memang, tapi
sejak awal tak ada yang bilang jalannya akan mulus.
Semua orang akan sampai pada titik akhir tapi tak semua akan
sampai pada tujuan. Beberapa mungkin terjatuh di tengah jalan dan memutuskan
untuk berhenti. Itulah titik akhir mereka. Beberapa terjatuh tapi bangkit
kembali meski harus terseok. Tak ada yang bisa melenggang dengan lancar karena Tuhanpun
tak pernah menjanjikan semuanya akan mudah. Tapi Dia selalu menjanjikan jalan
keluar. Kau hanya perlu terus melangkah dan bersabar dalam setiap langkah itu.
Istirahatlah sejenak jika kau lelah, mengeluhlah sesekali
jika kau jenuh, dan bahkan menangislah jika kau merasa sesak dan tak ada ruang
lagi tersisa di hatimu. Tapi jangan lupa untuk kembali melangkah meski jalan
yang kau lewati tak melulu indah. Meski acapkali kau jatuh dan mengaduh.
Ingat, aturannya sederhana: yang sampai pada tujuan adalah yang tak pernah berhenti melangkah.
Komentar