Kita kerap kali bertanya perihal bagaimana Allah menguji seseorang. Bagaimana Allah memilih hambanya yang layak untuk naik kelas. Kalimat 'seseorang diuji sesuai dengan kualitas imannya' sebenarnya sudah cukup untuk menggambarkan tentang bagaimana Allah menguji seseorang. hanya saja, kadang kita tidak paham dengan kualitas diri masing-masing. Hanya saja ujian kadang datang dalam bentuk nikmat. Hanya saja ilmu kita terlalu dangkal untuk bisa menilai segala sesuatu.
Ada yang bahagia karena hidupnya penuh dengan kemudahan, namun ada juga yang khawatir. Ada yang susah hati saat hidupnya penuh dengan kesulitan, ada juga yang bahagia karenanya. Mungkin yang membedakan penilaian seseorang terhadap kesulitan dan kemudahan yang ia rasakan adalah kadar pemahamannya tentang bagaimana Allah mencintai hambanya.
Ada yang terpuruk sangat dalam saat diuji dengan masalah remeh, ada yang tetap tenang walau telah diuji sedemikian hebatnya. Seakan dunia telah lunak di matanya. Seakan masalah sudah tawar rasanya.
Ada yang langsung bermuhasabah saat ditimpa kesusahan dan kesempitan, ada yang terus menerus mengeluh. Ada yang berusaha untuk bersangka baik, ada pula yang terus bersangka buruk. Padahal Tuhannya Maha Penyayang.
Kakak murabbiah pernah berkata: "Jika kamu sudah mengaku beriman, itu artinya kamu membuka lebar-lebar pintu untuk masalah. itu artinya kamu telah mengucapakan selamat datang wahai masalah" (lihat terjemahan surah Al-Ankabut : 2)
Di lain kesempatan beliau berkata: "Seseorang akan terus diuji, sampai ia menggantungkan harapan hanya pada Allah, sampai ia benar-benar mentauhidkan Allah, sampai ia benar-benar menjadikan Allah sebagai satu-satunya tempat bergantung." Maka sudah seharusnya kita memperhatikan pada siapa hati kita bersandar.
Seharusnya dari situ kita paham, ujian datang untuk dinikmati. Ujian datang untuk diambil hikmahnya, agar ia tak berlalu tanpa makna. Ujian, apapun itu, yang remeh atau yang dahsyat, yang berbentuk musibah atau nikmat, yang berasal dari luar atau dari dalam diri sendiri, seharusnya menghasilkan pribadi yang lebih berkualitas.
Maka bersyukurlah jika pernah diangkat setinggi-tingginya, juga pernah dijatuhkan sejatuh-jatuhnya. Dari situ kita bisa belajar yang mana ujian, yang mana anugerah. Tentu saja dengan pemahaman yang lebih baik berdasarkan ilmu yang benar.
Dan beruntunglah mereka yang bisa mengambil hikmah dari setiap kejadian. Entah yang buruk entah yang baik. Because once you learn the lesson, the pain goes away.
Ada yang bahagia karena hidupnya penuh dengan kemudahan, namun ada juga yang khawatir. Ada yang susah hati saat hidupnya penuh dengan kesulitan, ada juga yang bahagia karenanya. Mungkin yang membedakan penilaian seseorang terhadap kesulitan dan kemudahan yang ia rasakan adalah kadar pemahamannya tentang bagaimana Allah mencintai hambanya.
Ada yang terpuruk sangat dalam saat diuji dengan masalah remeh, ada yang tetap tenang walau telah diuji sedemikian hebatnya. Seakan dunia telah lunak di matanya. Seakan masalah sudah tawar rasanya.
Ada yang langsung bermuhasabah saat ditimpa kesusahan dan kesempitan, ada yang terus menerus mengeluh. Ada yang berusaha untuk bersangka baik, ada pula yang terus bersangka buruk. Padahal Tuhannya Maha Penyayang.
Kakak murabbiah pernah berkata: "Jika kamu sudah mengaku beriman, itu artinya kamu membuka lebar-lebar pintu untuk masalah. itu artinya kamu telah mengucapakan selamat datang wahai masalah" (lihat terjemahan surah Al-Ankabut : 2)
Di lain kesempatan beliau berkata: "Seseorang akan terus diuji, sampai ia menggantungkan harapan hanya pada Allah, sampai ia benar-benar mentauhidkan Allah, sampai ia benar-benar menjadikan Allah sebagai satu-satunya tempat bergantung." Maka sudah seharusnya kita memperhatikan pada siapa hati kita bersandar.
Seharusnya dari situ kita paham, ujian datang untuk dinikmati. Ujian datang untuk diambil hikmahnya, agar ia tak berlalu tanpa makna. Ujian, apapun itu, yang remeh atau yang dahsyat, yang berbentuk musibah atau nikmat, yang berasal dari luar atau dari dalam diri sendiri, seharusnya menghasilkan pribadi yang lebih berkualitas.
Maka bersyukurlah jika pernah diangkat setinggi-tingginya, juga pernah dijatuhkan sejatuh-jatuhnya. Dari situ kita bisa belajar yang mana ujian, yang mana anugerah. Tentu saja dengan pemahaman yang lebih baik berdasarkan ilmu yang benar.
Dan beruntunglah mereka yang bisa mengambil hikmah dari setiap kejadian. Entah yang buruk entah yang baik. Because once you learn the lesson, the pain goes away.
RS
Seseorang yang hanya bisa beropini tapi nol besar dalam aplikasi.
Seseorang yang baru menghadapi masalah remeh, sudah merasa dunianya berantakan.
Komentar