Langsung ke konten utama

Once you learn the lesson, the pain goes away.

Kita kerap kali bertanya perihal bagaimana Allah menguji seseorang. Bagaimana Allah memilih hambanya yang layak untuk naik kelas. Kalimat 'seseorang diuji sesuai dengan kualitas imannya' sebenarnya sudah cukup untuk menggambarkan tentang bagaimana Allah menguji seseorang. hanya saja, kadang kita tidak paham dengan kualitas diri masing-masing. Hanya saja ujian kadang datang dalam bentuk nikmat. Hanya saja ilmu kita terlalu dangkal untuk bisa menilai segala sesuatu.


Ada yang bahagia karena hidupnya penuh dengan kemudahan, namun ada juga yang khawatir. Ada yang susah hati saat hidupnya penuh dengan kesulitan, ada juga yang bahagia karenanya. Mungkin yang membedakan penilaian seseorang terhadap kesulitan dan kemudahan yang ia rasakan adalah kadar pemahamannya tentang bagaimana Allah mencintai hambanya.

Ada yang terpuruk sangat dalam saat diuji dengan masalah remeh, ada yang tetap tenang walau telah diuji sedemikian hebatnya. Seakan dunia telah lunak di matanya. Seakan masalah sudah tawar rasanya.

Ada yang langsung bermuhasabah saat ditimpa kesusahan dan kesempitan, ada yang terus menerus mengeluh. Ada yang berusaha untuk bersangka baik, ada pula yang terus bersangka buruk. Padahal Tuhannya Maha Penyayang.

Kakak murabbiah pernah berkata: "Jika kamu sudah mengaku beriman, itu artinya kamu membuka lebar-lebar pintu untuk masalah. itu artinya kamu telah mengucapakan selamat datang wahai masalah" (lihat terjemahan surah Al-Ankabut : 2)

Di lain kesempatan beliau berkata: "Seseorang akan terus diuji, sampai ia menggantungkan harapan hanya pada Allah, sampai ia benar-benar mentauhidkan Allah, sampai ia benar-benar menjadikan Allah sebagai satu-satunya tempat bergantung." Maka sudah seharusnya kita memperhatikan pada siapa hati kita bersandar.

Seharusnya dari situ kita paham, ujian datang untuk dinikmati. Ujian datang untuk diambil hikmahnya, agar ia tak berlalu tanpa makna. Ujian, apapun itu, yang remeh atau yang dahsyat, yang berbentuk musibah atau nikmat, yang berasal dari luar atau dari dalam diri sendiri, seharusnya menghasilkan pribadi yang lebih berkualitas.

Maka bersyukurlah jika pernah diangkat setinggi-tingginya, juga pernah dijatuhkan sejatuh-jatuhnya. Dari situ kita bisa belajar yang mana ujian, yang mana anugerah. Tentu saja dengan pemahaman yang lebih baik berdasarkan ilmu yang benar.

Dan beruntunglah mereka yang bisa mengambil hikmah dari setiap kejadian. Entah yang buruk entah yang baik. Because once you learn the lesson, the pain goes away.


RS
Seseorang yang hanya bisa beropini tapi nol besar dalam aplikasi.
Seseorang yang baru menghadapi masalah remeh, sudah merasa dunianya berantakan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Glimpse of Memorable Memories

I am writing this with Kiss the Rain and Stay in Memory by Yiruma playing in Youtube. It seriously making me baper . I am trying to remember every single thing we've been through together in the past 3 months. But this is not gonna be a long post that show every details. It's just the voice of  my heart (I don't know how to say curahan hati in English). Sorry if there are some things missed. Our story started at 29th of November 2015. In the day before the opening of our course program, we decided to meet in the gate of ITB for looking for a language center building. There were only 8 of us. Some of us maybe already knew each other because we came from the same region. But mostly, that was our first meet. Oh yes, I already met Cintya the beautiful moon accidentally in Juanda airport before. The next day, we finally met each other. All of us. I remember we sat in the front, introduced our name and the place where we came from. I also remember the Jembernese came togethe...

Perempuan, jodoh dan S2.

Kemarin saya dan Mama saya ngobrol santai di meja makan. Tiba-tiba bahasannya menyerempet ke arah jodoh. Sebenarnya saya selalu menghindari topik macam begini dengan keluarga saya. " Kamu kalau udah umur 25 belum nikah, udah susah cari jodoh nanti. S2 lagi" Tante saya juga pernah bilang : "Kamu nggak mau sama si X? Dia S2 juga loh" Wkwk xD Ada yang perlu saya luruskan disini: Saya tidak pernah menganggap kuliah sebagai sarana mencari ijazah lalu pamer gelar dan lantas pilih-pilih teman apalagi jodoh. Allah tidak menilai orang dari ijazah, lantas saya siapa mau pilih suami dari strata pendidikan? Wkwk. Alasan saya melanjutkan studi S2 bukan biar uang panai jadi tinggi macam yang di meme itu xD. Bahkan kalau misalnya saya juga menganggap diri saya sebuah barang yang bisa dilabeli dengan harga, saya juga tidak akan melabeli diri saya dengan harga tinggi. Kenapa? Saya yang tau  diri saya dengan semua kekurangannya. Dari segi akademik saya bukan mahasiswa yan...

Pada Deretan Huruf

Pada deretan huruf, aku tuliskan cerita. Tentang kita yang menyapa pagi, meramu siang, dan menghimpun malam. Kita yang sebelumnya tak saling kenal, dunia kita tak bersentuhan, lingkaran kita tak beririsan, lantas dipertemukan dalam suatu epidode yang mengakrabkan kita dengan cara istimewa. Pada deretan huruf, aku abadikan kisah. Tentang kau dan aku yang beda, yang tak serupa, tapi berjalan beriringan. Setiap kata merapalkan kejujuran, bahwa setiap beda tak mesti bertentang. Hal yang kadang membuat kita berdebat, nyatanya tetap bisa membuat kita tertawa bersama. Pada deretan huruf, aku rekam setiap momen. Tentang kau yang memahamkanku bahwa dunia bukanlah ruang sempit. Ia tak melulu tentang barat dan timur, atau utara dan selatan. Kau pula yang memahamkanku bahwa kita adalah bagian dari milyaran manusia, yang tertakdir bertemu disini. Pada deretan huruf, aku bekukan kenangan. Tentang kita yang selalu berceloteh bahwa hari seperti dilipat, dan harapan agar ia bisa sedikit melambat....