Masih harus nyicil kerjaan tapi banyak sekali yang ingin dikeluarkan. Setelah menunggu emosi mereda, saya memutuskan untuk menulis. Mengingat tidak lama lagi saya akan memasuki usia 26 dan saya pernah menulis
"semoga di setiap pertambahan angka, kualitas pribadi juga ikut bertumbuh"
Saya tergelitik menulis tentang kualitas diri, karena belangan saya menerima banyak sekali kritik.
Dari dulu saya sering bicara tentang kedewasaan, karena salah satu tolak ukur yang saya gunakan untuk mengukur kualitas diri adalah dengan melihat seberapa dewasa saya hari ini, seberapa matang saya dalam berpikir dan bersikap, dan seberapa lihai saya dalam mengambil keputusan.
Saya juga menilainya dari ketahanan diri saya dalam menghadapi dan merespon setiap kesulitan. Bagi saya, berhasil melewati satu kesulitan dengan cara yang baik adalah tanda bahwa saya siap untuk kesulitan lain yang lebih berat. Dan setiap kesulitan akan mengasah kualitas diri saya. Dari situ saya biasanya mendapat kekuatan.
Belakangan saya terpikirkan tentang tolak ukur lain seperti pengaturan prioritas dan pengelolaan emosi. Tiap hari saya pulang kerja dalam keadaan lelah. Saya senang hari saya bisa produktif, tapi jika sampai harus mengurangi jatah tilawah, atau mengabaikan amanah dakwah, atau melewatkan waktu menghubungi orang tua, berarti pengaturan prioritas saya masih berantakan.
Selain itu, apakah saya masih sering emosional? Hati saya gampang sekali down, meski kadang saya berusaha untuk tetap terlihat baik-baik saja. Apakah saya masih gampang marah saat banyak kerjaan atau dalam keadaan lelah? Apakah tingkat kesabaran saya masih rendah? Hal ini juga saya jadikan tolak ukur dalam menilai kualitas diri saya.
Lalu kenapa saya memikirkan ini? Selain karena kritik yang saya dapatkan tentang kepribadian dan sikap saya, juga karena saya sadar, saya tidak akan hidup sendiri selamanya. Saat saya menikah dan punya anak, mereka butuh support system yang baik. Dan mengukur diri saya adalah salah satu langkah untuk mempersiapkan support system dalam keluarga kecil saya nanti.
Selain mengusahakan support system yang baik, saya juga perlu memperbaiki banyak sekali kekurangan alami yang tumbuh dalam diri saya. Sifat ceroboh dan pelupa, yang ternyata tidak semua orang bisa selalu menerimanya. Perasaan insecure dan feeling not good enough, yang ternyata bisa dengan gampang sekali membuat hati saya down. Kurang peka terhadap keadaan sekitar, dan banyak lagi hal yang harus segera diatasi.
Maka saya ingin mengingatkan diri sendiri:
Jangan bosan meminta hidayah dan pertolongan sama Allah, kita selalu butuh Allah, termasuk untuk ditunjukan jalan kebaikan dan diistiqomahkan di dalamnya.
Selalu ingatkan diri sendiri bahwa melewatkan satu hari tanpa alqur'an bisa membuat hati lemah. Tetap paksakan sesibuk apapun.
Jangan terpedaya oleh dunia dan menjadikannya sebagai tolak ukur kebahagiaan. Ingat-ingat lagi tujuan hidup yang sebenarnya.
Setelah selesai dengan tiga hal di atas, maka hal-hal lain bisa mengikuti:
Tetap jaga kesehatan fisik agar tetap bisa produktif dan profesional. Ingat bahwa islam juga mengajarkan profesionalitas dalam bekerja.
Jangan mengeluh dalam keadaan apapun, setidaknya jangan mengeluh di depan manusia. Berjanjilah untuk tetap mengusahakan senyum yang manis bahkan saat lelah sekalipun.
Berlatih untuk menjaga emosi tetap stabil dalam keadaan apapun.
Berlatih untuk tetap sabar dan memaafkan kesalahan orang lain. Tidak ada manusia yang sempurna dan kita pun sering berbuat salah. Memaafkan dan bersabar bisa membuat hati lapang.
Berlatih untuk tidak manja lagi pada keadaan. Berlatih untuk bisa berdiri di atas kaki sendiri dan tidak bergantung pada orang lain. Juga mengusahakan sendiri apa yang bisa dikerjakan sendiri.
Berlatih untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga dengan baik dan benar, karena apapun pekerjaanmu nanti, kamu tetap seorang istri dan ibu di rumahmu.
Berusaha membaca hal bermanfaat setiap hari. Di tengah hiruk pikuk dunia maya dengan segala informasinya kita tetap butuh bacaan baik untuk menjaga pikiran tetap positif.
Berusaha mengatur waktu sebaik mungkin agar setiap amanah bisa terselesaikan dengan baik.
Selain itu masih banyak sekali hal yang harus diusahakan. Termasuk konsisten pada visi hidup, menjadi khairunnas yang bisa bermanfaat untuk orang lain. Setidaknya untuk orang-orang di sekitar.
Mengasah kualitas diri kini bukan lagi untuk diri sendiri, tapi karena orang-orang sekitar kita berhak mendapatkan diri kita dalam versi terbaik. Semua hal di atas bisa diusahakan meskipun dalam realita pasti banyak kekurangan. Keadaan di lapangan tidak seideal apa yang direncanakan. Akan banyak sekali kekurangan yang terus beranak pinak sebaik apapun kita berusaha untuk mengatasinya. Untuk itu saya juga ingin mengingatkan diri sendiri:
Tidak apa-apa jika tidak bisa sempurna dalam semua hal. Tidak apa-apa jika masih ada kekurangan yang belum bisa diatasi. Tidak apa-apa jika orang lain menilaimu buruk. Tetap berusaha menjadi lebih baik meski hanya satu langkah setiap hari. It's okay to have weakness, your mom still loves you just the way you are.
Semangat.
"semoga di setiap pertambahan angka, kualitas pribadi juga ikut bertumbuh"
Saya tergelitik menulis tentang kualitas diri, karena belangan saya menerima banyak sekali kritik.
Dari dulu saya sering bicara tentang kedewasaan, karena salah satu tolak ukur yang saya gunakan untuk mengukur kualitas diri adalah dengan melihat seberapa dewasa saya hari ini, seberapa matang saya dalam berpikir dan bersikap, dan seberapa lihai saya dalam mengambil keputusan.
Saya juga menilainya dari ketahanan diri saya dalam menghadapi dan merespon setiap kesulitan. Bagi saya, berhasil melewati satu kesulitan dengan cara yang baik adalah tanda bahwa saya siap untuk kesulitan lain yang lebih berat. Dan setiap kesulitan akan mengasah kualitas diri saya. Dari situ saya biasanya mendapat kekuatan.
Belakangan saya terpikirkan tentang tolak ukur lain seperti pengaturan prioritas dan pengelolaan emosi. Tiap hari saya pulang kerja dalam keadaan lelah. Saya senang hari saya bisa produktif, tapi jika sampai harus mengurangi jatah tilawah, atau mengabaikan amanah dakwah, atau melewatkan waktu menghubungi orang tua, berarti pengaturan prioritas saya masih berantakan.
Selain itu, apakah saya masih sering emosional? Hati saya gampang sekali down, meski kadang saya berusaha untuk tetap terlihat baik-baik saja. Apakah saya masih gampang marah saat banyak kerjaan atau dalam keadaan lelah? Apakah tingkat kesabaran saya masih rendah? Hal ini juga saya jadikan tolak ukur dalam menilai kualitas diri saya.
Lalu kenapa saya memikirkan ini? Selain karena kritik yang saya dapatkan tentang kepribadian dan sikap saya, juga karena saya sadar, saya tidak akan hidup sendiri selamanya. Saat saya menikah dan punya anak, mereka butuh support system yang baik. Dan mengukur diri saya adalah salah satu langkah untuk mempersiapkan support system dalam keluarga kecil saya nanti.
Selain mengusahakan support system yang baik, saya juga perlu memperbaiki banyak sekali kekurangan alami yang tumbuh dalam diri saya. Sifat ceroboh dan pelupa, yang ternyata tidak semua orang bisa selalu menerimanya. Perasaan insecure dan feeling not good enough, yang ternyata bisa dengan gampang sekali membuat hati saya down. Kurang peka terhadap keadaan sekitar, dan banyak lagi hal yang harus segera diatasi.
Maka saya ingin mengingatkan diri sendiri:
Jangan bosan meminta hidayah dan pertolongan sama Allah, kita selalu butuh Allah, termasuk untuk ditunjukan jalan kebaikan dan diistiqomahkan di dalamnya.
Selalu ingatkan diri sendiri bahwa melewatkan satu hari tanpa alqur'an bisa membuat hati lemah. Tetap paksakan sesibuk apapun.
Jangan terpedaya oleh dunia dan menjadikannya sebagai tolak ukur kebahagiaan. Ingat-ingat lagi tujuan hidup yang sebenarnya.
Setelah selesai dengan tiga hal di atas, maka hal-hal lain bisa mengikuti:
Tetap jaga kesehatan fisik agar tetap bisa produktif dan profesional. Ingat bahwa islam juga mengajarkan profesionalitas dalam bekerja.
Jangan mengeluh dalam keadaan apapun, setidaknya jangan mengeluh di depan manusia. Berjanjilah untuk tetap mengusahakan senyum yang manis bahkan saat lelah sekalipun.
Berlatih untuk menjaga emosi tetap stabil dalam keadaan apapun.
Berlatih untuk tetap sabar dan memaafkan kesalahan orang lain. Tidak ada manusia yang sempurna dan kita pun sering berbuat salah. Memaafkan dan bersabar bisa membuat hati lapang.
Berlatih untuk tidak manja lagi pada keadaan. Berlatih untuk bisa berdiri di atas kaki sendiri dan tidak bergantung pada orang lain. Juga mengusahakan sendiri apa yang bisa dikerjakan sendiri.
Berlatih untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga dengan baik dan benar, karena apapun pekerjaanmu nanti, kamu tetap seorang istri dan ibu di rumahmu.
Berusaha membaca hal bermanfaat setiap hari. Di tengah hiruk pikuk dunia maya dengan segala informasinya kita tetap butuh bacaan baik untuk menjaga pikiran tetap positif.
Berusaha mengatur waktu sebaik mungkin agar setiap amanah bisa terselesaikan dengan baik.
Selain itu masih banyak sekali hal yang harus diusahakan. Termasuk konsisten pada visi hidup, menjadi khairunnas yang bisa bermanfaat untuk orang lain. Setidaknya untuk orang-orang di sekitar.
Mengasah kualitas diri kini bukan lagi untuk diri sendiri, tapi karena orang-orang sekitar kita berhak mendapatkan diri kita dalam versi terbaik. Semua hal di atas bisa diusahakan meskipun dalam realita pasti banyak kekurangan. Keadaan di lapangan tidak seideal apa yang direncanakan. Akan banyak sekali kekurangan yang terus beranak pinak sebaik apapun kita berusaha untuk mengatasinya. Untuk itu saya juga ingin mengingatkan diri sendiri:
Tidak apa-apa jika tidak bisa sempurna dalam semua hal. Tidak apa-apa jika masih ada kekurangan yang belum bisa diatasi. Tidak apa-apa jika orang lain menilaimu buruk. Tetap berusaha menjadi lebih baik meski hanya satu langkah setiap hari. It's okay to have weakness, your mom still loves you just the way you are.
Semangat.
Komentar