Langsung ke konten utama

Episode 4

Tiga tahun menikah, banyak hal yang kami lalui sebagai pasangan. Mulai dari masa adaptasi di awal, masa kasmaran, masa berantem, baikan, berantem lagi, masa sayang-sayangan, masa diem-dieman, dll. Dinamika pernikahan ini memberikan warna tersendiri dalam hidup kami. Dari banyak hal yang dilewati, bagi saya pribadi, ada beberapa hal positif yang -secara tidak sengaja- saya dapatkan dari pernikahan ini.

1. Interaksi yang Lebih Terjaga.
Setelah menikah, rasanya lebih terjaga karena memang saya mulai membatasi interaksi tidak penting dengan lawan jenis. Saya akan berpikir 2 kali sebelum membalas story teman laki-laki. Kalau tidak penting mending tidak usah. Interaksi offline maupun online saya batasi hanya urusan pekerjaan atau urusan yang benar-benar penting. Selebihnya, ya untuk apa.

2. Terjaga dari kesiaan waktu.
Berbeda dengan saat masih single, saat waktu luang saya lebih banyak, setelah menikah apalagi setelah punya anak, saya cukup kesulitan untuk sekedar me time. Hampir semua waktu saya digunakan untuk keluarga. Bahkan untuk sekedar scrolling pun, kadang saya sampai lupa dimana terakhir meletakkan hp. Nah, hikmahnya adalah, waktu saya terjaga dari hal yang sia-sia. Karena kita tahu, me time itu mubah tapi jika dilakukan secara berlebihan ya pada akhirnya waktu kita sia-sia. Karena memang waktu luang adalah salah satu nikmat yang banyak orang tergelincir di dalamnya.

3. Melek Finansial.
Sebagian besar pengeluaran kami sebelum menikah adalah untuk diri sendiri, untuk YOLO, dan membeli semua yang tidak bisa dibeli sebelumnya. Saat itu penghasilan kami terasa lebih dari cukup untuk dinikmati. Tetapi setelah menikah, kami akhirnya sadar, bahwa tanggung jawab kami jauh lebih besar sekarang. Ada yang harus dicukupi kebutuhannya sebelum menuruti keinginan sendiri. Menikah menyadarkan kami bahwa penghasilan digunakan bukan untuk menikmati hidup, tapi merencanakan hidup. Yang akhirnya membuat kami tergerak untuk belajar mengatur keuangan jangka panjang.

4. Belajar meregulasi emosi.
Sebelum menikah saya merasa bahwa saya adalah orang paling cuek, jarang marah, dan sabar. Setelah menikah saya baru sadar ternyata selama ini saya bukannya penyabar, tapi memang tidak ada hal bersinggungan dengan emosi temperamental saya. Setelah menikah saya mulai menyadari beberapa emosi yang jarang saya rasakan sebelumnya. Tinggal bersama orang lain selama 24/7 akan membuat banyak kepentingan kita yang bersinggunggan satu sama lain, yang tidak jarang memancing emosi. Dari sinilah saya akhirnya mulai belajar meregulasi emosi. Dengan mulai mengenali perasaan sendiri, sampai berusaha fokus ke solusi daripada menghabiskan energi untuk menyalahkan.


Mungkin saat ini hanya itu saja yang bisa saya tuliskan. Tapi nafas pernikahan kami masih panjang, dan masih banyak hal yang akan kami lewati bersama, masih banyak hal yang akan menjadi pembelajaran.

Memasuki tahun ketiga pernikahan, kami mulai lebih selow dan mulai bisa menerima kekurangan masing-masing (hal yang tentu saja susah di awalnya). Mulai bisa belajar untuk memperbaiki diri juga. Doa kami tak pernah berubah: semoga pernikahan yang masih seumur jagung ini senantiasa dikaruniai sakinah di dalamnya. Semoga dinamikanya tidak membuat kami lelah untuk tetap berjalan beriringan.

Happy early anniversary for us!


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Glimpse of Memorable Memories

I am writing this with Kiss the Rain and Stay in Memory by Yiruma playing in Youtube. It seriously making me baper . I am trying to remember every single thing we've been through together in the past 3 months. But this is not gonna be a long post that show every details. It's just the voice of  my heart (I don't know how to say curahan hati in English). Sorry if there are some things missed. Our story started at 29th of November 2015. In the day before the opening of our course program, we decided to meet in the gate of ITB for looking for a language center building. There were only 8 of us. Some of us maybe already knew each other because we came from the same region. But mostly, that was our first meet. Oh yes, I already met Cintya the beautiful moon accidentally in Juanda airport before. The next day, we finally met each other. All of us. I remember we sat in the front, introduced our name and the place where we came from. I also remember the Jembernese came togethe...

Perempuan, jodoh dan S2.

Kemarin saya dan Mama saya ngobrol santai di meja makan. Tiba-tiba bahasannya menyerempet ke arah jodoh. Sebenarnya saya selalu menghindari topik macam begini dengan keluarga saya. " Kamu kalau udah umur 25 belum nikah, udah susah cari jodoh nanti. S2 lagi" Tante saya juga pernah bilang : "Kamu nggak mau sama si X? Dia S2 juga loh" Wkwk xD Ada yang perlu saya luruskan disini: Saya tidak pernah menganggap kuliah sebagai sarana mencari ijazah lalu pamer gelar dan lantas pilih-pilih teman apalagi jodoh. Allah tidak menilai orang dari ijazah, lantas saya siapa mau pilih suami dari strata pendidikan? Wkwk. Alasan saya melanjutkan studi S2 bukan biar uang panai jadi tinggi macam yang di meme itu xD. Bahkan kalau misalnya saya juga menganggap diri saya sebuah barang yang bisa dilabeli dengan harga, saya juga tidak akan melabeli diri saya dengan harga tinggi. Kenapa? Saya yang tau  diri saya dengan semua kekurangannya. Dari segi akademik saya bukan mahasiswa yan...

Pada Deretan Huruf

Pada deretan huruf, aku tuliskan cerita. Tentang kita yang menyapa pagi, meramu siang, dan menghimpun malam. Kita yang sebelumnya tak saling kenal, dunia kita tak bersentuhan, lingkaran kita tak beririsan, lantas dipertemukan dalam suatu epidode yang mengakrabkan kita dengan cara istimewa. Pada deretan huruf, aku abadikan kisah. Tentang kau dan aku yang beda, yang tak serupa, tapi berjalan beriringan. Setiap kata merapalkan kejujuran, bahwa setiap beda tak mesti bertentang. Hal yang kadang membuat kita berdebat, nyatanya tetap bisa membuat kita tertawa bersama. Pada deretan huruf, aku rekam setiap momen. Tentang kau yang memahamkanku bahwa dunia bukanlah ruang sempit. Ia tak melulu tentang barat dan timur, atau utara dan selatan. Kau pula yang memahamkanku bahwa kita adalah bagian dari milyaran manusia, yang tertakdir bertemu disini. Pada deretan huruf, aku bekukan kenangan. Tentang kita yang selalu berceloteh bahwa hari seperti dilipat, dan harapan agar ia bisa sedikit melambat....