Langsung ke konten utama

Maryam Tantrum

 Beberapa hari belakangan, tepatnya setelah sembuh dari demam 2 hari, Maryam entah kenapa jadi rewel sekali. Kesalahan kecil bahkan kadang saya juga nggak tau kenapa, bisa bikin dia nangis kejer. Dalam hati, oh mungkin masih lemas karena baru sembuh. Atau mungkin memang sudah masuk fase tantrum (yang mana bikin saya ngeri, tanpa tantrum pun saya butuh kesabaran ekstra, apalagi dengan tantrum).


As I'm writing this, Maryam udah tidur nyenyak sejak tadi. Sudah kembali normal, sepertinya. Karena hari ini berlalu tanpa tantrum. 


Ceritanya, dia minta sesuatu, saya nggak bolehin. Dia mengamuk menangis sampai saya khawatir orang-orang di luar berpikir kalau saya menyakiti dia --"


Apakah saya lantas memberi apa yang dia minta? Tidak. Saya juga tidak mau kalah. Saya biarkan dia sejenak menangis semau dia. Saya hanya memastikan dia di tempat yang aman. Setelah beberapa saat saya berusaha untuk menenangkan, setidaknya dengan memeluk. Saya tidak ingin memanjakan dia dengan memberikan semua yang dia minta, tapi saya ingin dia tau bahwa saya selalu ada untuk dia. Bahwa dia aman di dekat saya.


Sebagai orang yang juga struggling dengan pengelolaan emosi, terutama emosi saat marah, saya ingin sekali agar Maryam bisa lebih baik dari saya. Betapa tidak enaknya hidup dengan rasa marah. Kita boleh marah tapi tidak boleh menyakiti diri sendiri dan orang lain. Meregulasi emosi dengan baik adalah skill yang harus dimiliki agar hidup bebas drama di masa dewasa xD


Sejauh ini penyebab Maryam tantrum biasanya tiga hal ini: Pertama, lapar. Ini solusinya jelas: makan. Meskipun ini cukup jarang sih karena saya sangat disiplin soal makan.


Kedua: ngantuk. Nah ini kasih nenen aja sedetik langsung tidur.


Ketiga, yang paling susah: saat ada kemauannya yang tidak dituruti. Ini kuncinya satu aja, jangan kalah. Seperti yang saya ceritakan di atas.


Lalu, bagaimana dengan saya saat menghadapi Maryam tantrum?


Berusaha sekuat tenaga untuk tidak ikutan tantrum. Hahaha


Saya, orang dewasa berusia 29 tahun berhadapan dengan anak yang belum genap 2 tahun. Si anak mungkin lapar, saya juga lapar. Si anak mungkin capek, saya juga. Si anak bosan, saya juga. Tapi si anak belum bisa mengelola emosinya. Saya seharusnya bisa.


Saya seharusnya paham bahwa anak yang sedang tantrum di depan saya ini hanyalah seorang balita yang jangankan mengelola emosi, menyadari tentang emosinya saja belum bisa. Saya seharusnya sadar bahwa dia juga sebenarnya bingung dan tidak tau harus berbuat apa dengan emosinya yang meledak-ledak. Dia hanya seorang bayi yang menjalani perannya sebagai bayi. Saya orang dewasa yang harus mengambil peran sebagai orang dewasa.


Istighfar. Tarik nafas. Tahan. Hembuskan.

Katakan berulang dalam hati: she's just a baby, she's just being a baby. 


Di penghujung hari saya seringkali merasa bersalah karena tidak selalu hadir untuknya, meskipun saya bersamanya 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Saat dia tidur, saya selalu bisikin: maaf ya untuk hari ini, besok kita jalani dengan lebih baik lagi ya..


Dan karena itu, saya tidak ingin menambah rasa penyesalan dengan mengabaikannya saat tantrum, atau bahkan ikutan tantrum juga. Sebagai orang yang membersamainya sepanjang hari, saya adalah satu-satunya orang yang bisa membuatnya merasa aman (selain Abinya).


Selain itu, Maryam hanya tantrum sesekali saja kok. Dia anak yang manis dan murah senyum. Jadi memang Ibunya saja yang harus memiliki kesabaran berlapis. Tetap semangat untuk belajar ya, diriku.


-menuju 2 tahun menjadi ibu-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Glimpse of Memorable Memories

I am writing this with Kiss the Rain and Stay in Memory by Yiruma playing in Youtube. It seriously making me baper . I am trying to remember every single thing we've been through together in the past 3 months. But this is not gonna be a long post that show every details. It's just the voice of  my heart (I don't know how to say curahan hati in English). Sorry if there are some things missed. Our story started at 29th of November 2015. In the day before the opening of our course program, we decided to meet in the gate of ITB for looking for a language center building. There were only 8 of us. Some of us maybe already knew each other because we came from the same region. But mostly, that was our first meet. Oh yes, I already met Cintya the beautiful moon accidentally in Juanda airport before. The next day, we finally met each other. All of us. I remember we sat in the front, introduced our name and the place where we came from. I also remember the Jembernese came togethe...

Perempuan, jodoh dan S2.

Kemarin saya dan Mama saya ngobrol santai di meja makan. Tiba-tiba bahasannya menyerempet ke arah jodoh. Sebenarnya saya selalu menghindari topik macam begini dengan keluarga saya. " Kamu kalau udah umur 25 belum nikah, udah susah cari jodoh nanti. S2 lagi" Tante saya juga pernah bilang : "Kamu nggak mau sama si X? Dia S2 juga loh" Wkwk xD Ada yang perlu saya luruskan disini: Saya tidak pernah menganggap kuliah sebagai sarana mencari ijazah lalu pamer gelar dan lantas pilih-pilih teman apalagi jodoh. Allah tidak menilai orang dari ijazah, lantas saya siapa mau pilih suami dari strata pendidikan? Wkwk. Alasan saya melanjutkan studi S2 bukan biar uang panai jadi tinggi macam yang di meme itu xD. Bahkan kalau misalnya saya juga menganggap diri saya sebuah barang yang bisa dilabeli dengan harga, saya juga tidak akan melabeli diri saya dengan harga tinggi. Kenapa? Saya yang tau  diri saya dengan semua kekurangannya. Dari segi akademik saya bukan mahasiswa yan...

Pada Deretan Huruf

Pada deretan huruf, aku tuliskan cerita. Tentang kita yang menyapa pagi, meramu siang, dan menghimpun malam. Kita yang sebelumnya tak saling kenal, dunia kita tak bersentuhan, lingkaran kita tak beririsan, lantas dipertemukan dalam suatu epidode yang mengakrabkan kita dengan cara istimewa. Pada deretan huruf, aku abadikan kisah. Tentang kau dan aku yang beda, yang tak serupa, tapi berjalan beriringan. Setiap kata merapalkan kejujuran, bahwa setiap beda tak mesti bertentang. Hal yang kadang membuat kita berdebat, nyatanya tetap bisa membuat kita tertawa bersama. Pada deretan huruf, aku rekam setiap momen. Tentang kau yang memahamkanku bahwa dunia bukanlah ruang sempit. Ia tak melulu tentang barat dan timur, atau utara dan selatan. Kau pula yang memahamkanku bahwa kita adalah bagian dari milyaran manusia, yang tertakdir bertemu disini. Pada deretan huruf, aku bekukan kenangan. Tentang kita yang selalu berceloteh bahwa hari seperti dilipat, dan harapan agar ia bisa sedikit melambat....