Langsung ke konten utama

Kebebasan dan Tanggung Jawab

Salah satu sambat yang sering saya katakan pada suami sejak menjadi Ibu adalah: saya merindukan 'kebebasan' saat belum punya anak. Hidup yang sebelumnya tampak mudah kini harus melakukan banyak penyesuaian. Terdengar egois, tapi sebagai Ibu with no nanny no ortu, 24 jam bersama anak di rumah saja tanpa bertemu siapa-siapa, sambat seperti itu rasanya wajar.

Dulu sebelum jadi Ibu, weekdays maupun weekend selalu penuh dengan agenda. Kegiatan di sana-sini, atau sekedar jalan-jalan bersantai bersama teman. Setelah menjadi Ibu rasanya bahkan teman saja tidak punya. Obrolan rasanya udah beda server.

Itulah kenapa saya tidak resign dari pekerjaan saya (yang waktu itu masih WFH). Selain karena saya suka mengajar, saya merasa itulah satu-satunya cara saya berkomunikasi dengan grown up. Walaupun kerepotannya dobel, mengurus anak, rumah dan pekerjaan sekaligus, setiap hari.

Jika manusia membutuhkan uang, waktu, dan energi untuk dapat menjalani kehidupan dengan baik, maka untuk seorang anak, terutama pada masa awal kehidupannya, seorang Ayah dapat memberikan yang pertama, sementara yang kedua dan ketiga dapat diberikan oleh seorang Ibu. Seorang Ibu harus berbagi dengan waktu dan energinya yang juga terbatas.

hufth, cukup sambatnya.

Setelah menjadi Ibu, saya paham bahwa tidak ada yang bisa memberikan kasih sayang kepada anak setulus orang tua sendiri. Bahkan jika bisa membayar nanny paling mahal atau titip ke daycare dengan fasilitas yang wah, tidak ada yang bisa menggantikan ketulusan orang tua. Karena melakukan pekerjaan yang tidak dibayar hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang tulus.

Tugas kita sebagai manusia adalah berjalan dari satu amanah ke amanah lain. Kebebasan yang dulu saya rasakan itu bukan sepenuhnya kebebasan. Ada amanah di situ. Pun ketidakbebasan yang saya rasakan sekarang juga merupakan amanah. Ketidakbebasan ini mungkin terkait dengan persepsi akan masa lalu yang terlihat lebih membebaskan. Padahal dulu juga saya punya tanggung jawab. Meskipun sekarang tanggung jawabnya lebih besar, mengurus, membesarkan dan mendidik seorang manusia bukan hal mudah. Menjadi orang tua juga tidak punya masa training.

Itulah kenapa menjadi orang tua yang sadar sepenuhnya tentang jawab itu penting. bahwa anak bukan hanya untuk lelucuan, bukan unuk penghibur, mereka adalah manusia yang berada dalam ranah tanggung jawab kita. ketidakbebasan untuk bepergian kemana-mana karena punya anak adalah salah satu bentuk tanggung jawab. Ketidakbebasan untuk memiliki waktu istirahat atau me time yang proper adalah bentuk tanggung jawab. Tidak punya waktu menonton film hits terbaru? Yes, itu juga bentuk tanggung jawab.

Lagipula, duhai diriku, bisa-bisanya kamu masih memikirkan waktu untuk nonton sementara tugasmu adalah merawat salah satu penerusmu dalam menjalankan amanah kekhalifahan di muka bumi?

Menyadari tentang tanggung jawab ini merupakan salah satu cara untuk lebih mindful dan less sambat dalam menjalani dunia per-orang tua-an. Dan kesiapan ini perlu dilatih bahkan sejak sebelum menikah. Karena pernikahan yang hanya untuk melegalkan hubungan tanpa memahami konsekuensi bahwa menjadi pasangan juga berarti siap menjadi orang tua, bisa berpotensi menghasilkan anak-anak dengan trauma mental dan psikis. Orang tua yang tidak siap anak-anaklah yang akan menderita.

Padahal bukan tugas mereka untuk membuat hidup kita mudah. Tugas kitalah untuk membuat hidup mereka mudah.

Tulisan ini bukan mengecilkan perjuangan orang tua, terutama Ibu. Tidak mengapa pergi ke salon atau nonton atau belanja sendirian tanpa anak jika memang punya sumber daya atau support system yang dapat membantu. Pun tidak mengapa untuk sambat sesekali karena hidup kadang memang terasa sesempit itu. sangat wajar merasa lelah karena harus memikul semuanya secara bersamaan. Tapi ingatlah bahwa ada harga yang harus dibayar di masa depan jika kita lalai dalam menjalankan amanah sebagai orang tua di masa awal kehidupan anak. Saya tidak berpikir bisa membayar harga itu di masa depan, maka berlelah-lelah di masa kini adalah pilihan yang saya ambil.

Melihat lagi ke masa lalu yang penuh 'kebebasan' membuat saya berpikir, apakah memang itu yang saya inginkan? yes, those time are one of the best time I ever had in my live. I had all the money, time and energy. But no matter how good the past is, I will always choose the present and the future. I'm now living in one of my dream. My daughter, Maryam, is one of the best gift I ever had. And to be a mother is one of the greatest blessing I've ever received.

Salah satu hal yang terlambat saya sadari adalah, my baby is growing a little bigger every day. Setiap membuka mata di pagi hari, anak saya sebenarnya sudah lebih besar dari dirinya kemarin. Dan kumpulan hari-hari itu membawanya menjadi semakin besar, mandiri, a little bit further from us, and a little bit closer to her own self.

Tulisan ini dibuat dalam keadaan saya yang sudah lebih baik. Anak yang semakin mandiri, sudah mulai masuk mengantor dan bertemu teman-teman, dan tentu saja diberikan partner mengurus anak dan rumah tangga yang baik dan helpful. Untuk ibu-ibu muda yang sedang struggle, percayalah anak kita tidak akan selamanya bergantung pada kita. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita, dan menambal kekurangan-kekurangan kita dalam pengasuhan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Glimpse of Memorable Memories

I am writing this with Kiss the Rain and Stay in Memory by Yiruma playing in Youtube. It seriously making me baper . I am trying to remember every single thing we've been through together in the past 3 months. But this is not gonna be a long post that show every details. It's just the voice of  my heart (I don't know how to say curahan hati in English). Sorry if there are some things missed. Our story started at 29th of November 2015. In the day before the opening of our course program, we decided to meet in the gate of ITB for looking for a language center building. There were only 8 of us. Some of us maybe already knew each other because we came from the same region. But mostly, that was our first meet. Oh yes, I already met Cintya the beautiful moon accidentally in Juanda airport before. The next day, we finally met each other. All of us. I remember we sat in the front, introduced our name and the place where we came from. I also remember the Jembernese came togethe...

Perempuan, jodoh dan S2.

Kemarin saya dan Mama saya ngobrol santai di meja makan. Tiba-tiba bahasannya menyerempet ke arah jodoh. Sebenarnya saya selalu menghindari topik macam begini dengan keluarga saya. " Kamu kalau udah umur 25 belum nikah, udah susah cari jodoh nanti. S2 lagi" Tante saya juga pernah bilang : "Kamu nggak mau sama si X? Dia S2 juga loh" Wkwk xD Ada yang perlu saya luruskan disini: Saya tidak pernah menganggap kuliah sebagai sarana mencari ijazah lalu pamer gelar dan lantas pilih-pilih teman apalagi jodoh. Allah tidak menilai orang dari ijazah, lantas saya siapa mau pilih suami dari strata pendidikan? Wkwk. Alasan saya melanjutkan studi S2 bukan biar uang panai jadi tinggi macam yang di meme itu xD. Bahkan kalau misalnya saya juga menganggap diri saya sebuah barang yang bisa dilabeli dengan harga, saya juga tidak akan melabeli diri saya dengan harga tinggi. Kenapa? Saya yang tau  diri saya dengan semua kekurangannya. Dari segi akademik saya bukan mahasiswa yan...

Pada Deretan Huruf

Pada deretan huruf, aku tuliskan cerita. Tentang kita yang menyapa pagi, meramu siang, dan menghimpun malam. Kita yang sebelumnya tak saling kenal, dunia kita tak bersentuhan, lingkaran kita tak beririsan, lantas dipertemukan dalam suatu epidode yang mengakrabkan kita dengan cara istimewa. Pada deretan huruf, aku abadikan kisah. Tentang kau dan aku yang beda, yang tak serupa, tapi berjalan beriringan. Setiap kata merapalkan kejujuran, bahwa setiap beda tak mesti bertentang. Hal yang kadang membuat kita berdebat, nyatanya tetap bisa membuat kita tertawa bersama. Pada deretan huruf, aku rekam setiap momen. Tentang kau yang memahamkanku bahwa dunia bukanlah ruang sempit. Ia tak melulu tentang barat dan timur, atau utara dan selatan. Kau pula yang memahamkanku bahwa kita adalah bagian dari milyaran manusia, yang tertakdir bertemu disini. Pada deretan huruf, aku bekukan kenangan. Tentang kita yang selalu berceloteh bahwa hari seperti dilipat, dan harapan agar ia bisa sedikit melambat....