Langsung ke konten utama

Ramadhan

 Walaupun masih banyak sekali kekurangan, Ramadhan tahun ini ternyata merupakan salah satu Ramadhan terbaik yang bisa saya jalani. Anak yang sudah lebih besar dan mandiri, jarak tempat tinggal dan kantor yang hanya 5 langkah, dan jam kerja yang lebih fleksibel, mungkin adalah beberapa hal yang membuat Ramadhan kali ini terasa lebih khidmat.


Ramadhan-ramadhan sebelumnya sebagai ibu hamil, menyusui, ibu dengan bayi menuju toddler, jam kerja yang masih padat, membuat saya kewalahan dalam mengatur ibadah. Puasa jelas banyak yang ketinggalan. Sholat sunnah sebisanya saja, yang penting sholat wajib tidak ketinggalan. Sholat tarawih dan Qur'an? Selalu diusahakan sebisanya. Duo ibadah primadona di bulan Ramadhan ini harus diikhlaskan karena masih sering ketempelan bocil. Meskipun kadang merasa sedih karena Ramadhan selalu menjadi waktu istimewa untuk umat Muslim, nyatanya saya hanya bisa melaluinya dengan ibadah 'alakadarnya'.


Lalu saya bertemu dengan sebuah nasihat dari ukhti fillah di media sosial: tentang desekularisasi. Kita seringkali menganggap bahwa ibadah hanyalah sholat, tilawah, dan berbagai ritual lainnya. Kita menganggap bahwa ibadah hanya di masjid. Kita menjadi sekuler secara tidak sadar.


Saya melihat kembali aktifitas di rumah. Menyiapkan sahur, menyiapkan berbuka, mengurus anak, mengganti popok, menyuapi, memandikan, menyusui, membereskan rumah, dll, segala hal yang sebenarnya juga adalah ibadah. Puasa yang bolong karena mengkhawatirkan nutrisi bayi, sholat sunnah yang sudah diniatkan namun tidak terlaksana karena si bayi lebih membutuhkan, tarawih yang bolong namun tetap selalu diusahakan, tilawah yang cuma selembar dua lembar namun tetap diupayakan, semoga tetap terhitung sebagai ibadah yang dilipatgandakan pahalanya di bulan Ramadhan.


Untuk yang masih punya banyak waktu luang, manfaatkan sebaik mungkin. Ramadhan hanya datang setahun sekali, dan waktu luangmu belum tentu selalu ada. Untuk yang masih berjibaku dengan urusan bayi dan domestik, bersabar dan tetap berusaha memberikan yang terbaik di bulan Ramadhan.


Dan jika semua kendala yang dihadapi adalah kendala fisik, maka jangan lupa untuk terus memprioritaskan amalan hati dan iman. Tauhid yang kokoh, totalitas dalam penghambaan, pengharapan kepada pahala, dan selalu ingat sabda Rasulullah saw dalam riwayat Bukhari: "Barang siapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala dari Allah, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya"


Semoga kita mendapatkan ampunan dari Allah SWT. Karena apalagi yang dibutuhkan seorang pendosa selain ampunan dan keridhoan Allah agar kita layak ke surgaNya kelak?


Allahumma innaka afuwwun tuhibbul 'afwa fa'fu'anni.


-22 Ramadhan-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Glimpse of Memorable Memories

I am writing this with Kiss the Rain and Stay in Memory by Yiruma playing in Youtube. It seriously making me baper . I am trying to remember every single thing we've been through together in the past 3 months. But this is not gonna be a long post that show every details. It's just the voice of  my heart (I don't know how to say curahan hati in English). Sorry if there are some things missed. Our story started at 29th of November 2015. In the day before the opening of our course program, we decided to meet in the gate of ITB for looking for a language center building. There were only 8 of us. Some of us maybe already knew each other because we came from the same region. But mostly, that was our first meet. Oh yes, I already met Cintya the beautiful moon accidentally in Juanda airport before. The next day, we finally met each other. All of us. I remember we sat in the front, introduced our name and the place where we came from. I also remember the Jembernese came togethe...

Perempuan, jodoh dan S2.

Kemarin saya dan Mama saya ngobrol santai di meja makan. Tiba-tiba bahasannya menyerempet ke arah jodoh. Sebenarnya saya selalu menghindari topik macam begini dengan keluarga saya. " Kamu kalau udah umur 25 belum nikah, udah susah cari jodoh nanti. S2 lagi" Tante saya juga pernah bilang : "Kamu nggak mau sama si X? Dia S2 juga loh" Wkwk xD Ada yang perlu saya luruskan disini: Saya tidak pernah menganggap kuliah sebagai sarana mencari ijazah lalu pamer gelar dan lantas pilih-pilih teman apalagi jodoh. Allah tidak menilai orang dari ijazah, lantas saya siapa mau pilih suami dari strata pendidikan? Wkwk. Alasan saya melanjutkan studi S2 bukan biar uang panai jadi tinggi macam yang di meme itu xD. Bahkan kalau misalnya saya juga menganggap diri saya sebuah barang yang bisa dilabeli dengan harga, saya juga tidak akan melabeli diri saya dengan harga tinggi. Kenapa? Saya yang tau  diri saya dengan semua kekurangannya. Dari segi akademik saya bukan mahasiswa yan...

Pada Deretan Huruf

Pada deretan huruf, aku tuliskan cerita. Tentang kita yang menyapa pagi, meramu siang, dan menghimpun malam. Kita yang sebelumnya tak saling kenal, dunia kita tak bersentuhan, lingkaran kita tak beririsan, lantas dipertemukan dalam suatu epidode yang mengakrabkan kita dengan cara istimewa. Pada deretan huruf, aku abadikan kisah. Tentang kau dan aku yang beda, yang tak serupa, tapi berjalan beriringan. Setiap kata merapalkan kejujuran, bahwa setiap beda tak mesti bertentang. Hal yang kadang membuat kita berdebat, nyatanya tetap bisa membuat kita tertawa bersama. Pada deretan huruf, aku rekam setiap momen. Tentang kau yang memahamkanku bahwa dunia bukanlah ruang sempit. Ia tak melulu tentang barat dan timur, atau utara dan selatan. Kau pula yang memahamkanku bahwa kita adalah bagian dari milyaran manusia, yang tertakdir bertemu disini. Pada deretan huruf, aku bekukan kenangan. Tentang kita yang selalu berceloteh bahwa hari seperti dilipat, dan harapan agar ia bisa sedikit melambat....