Langsung ke konten utama

Bahagia Yang Sempurna

Pernah merasakan bahagia? Semua orang pasti pernah merasakannya. Walaupun, seperti yang kita tahu, tidak ada yang abadi, pun kebahagiaan. Ia datang silih berganti dengan duka.

Saya tidak akan bicara tentang definisi bahagia, atau apapun tentang kebahagiaan. Saya hanya ingin mengutarakan satu hal: saya pernah merasakan kebahagiaan yang paripurna. Ya, paripurna, sempurna. Setiap merasakannya saya merasa di dunia ini tidak ada duka. Dan setiap saya merasakan bahagia itu, saya merasa tidak butuh apa-apa lagi selain sumber kebahagiaan itu.

Saya selalu merasa panik saat kebahagiaan itu pergi. Saya berusaha mencarinya lagi. Berusaha menyingkirkan apa saja yang menghalangi kebahagiaan itu. Dan mirisnya, penghalang itu adalah diri saya sendiri. Sesuatu dalam diri saya.

Sesuatu dalam diri saya yang membuat saya jauh dari sumber kebahagiaan itu. Saya tahu itu. Tapi kadang sesuatu itu terlalu besar, sehingga diri saya tak bisa menghentikanya. Ia terus saja menghalangi saya dengan kebahagiaan itu. 

Kebahagiaan itu membuat saya merasa merdeka. Merasa bahwa hidup saya akan baik-baik saja kedepan. Membuat saya merasa yakin ada tempat untuk mengadu dan kembali. Sebaliknya, jika kebahagiaan itu pergi, saya merasa terjajah oleh diri saya sendiri, mengikuti jalan yang saya inginkan sampai saya sadar mungkin saya sudah terlalu jauh.

Tapi saya adalah orang yang beruntung. Setiap kali sudah terlalu jauh pada jalan yang salah, selalu saja ada kebahagiaan yang menyapa. Kebahagiaan kecil yang membuat saya bisa menemukan kembali bahagia yang sempurna itu.

Kau tahu apa kebahagiaan sempurna itu?

Yaitu saat saya mengenal Dia Yang Menciptakan saya, saat saya menyadari tujuan penciptaan saya, dan saat saya tahu kemana saya akan kembali nantinya.


"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram." (TQS Ar-Ra'd : 28)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Glimpse of Memorable Memories

I am writing this with Kiss the Rain and Stay in Memory by Yiruma playing in Youtube. It seriously making me baper . I am trying to remember every single thing we've been through together in the past 3 months. But this is not gonna be a long post that show every details. It's just the voice of  my heart (I don't know how to say curahan hati in English). Sorry if there are some things missed. Our story started at 29th of November 2015. In the day before the opening of our course program, we decided to meet in the gate of ITB for looking for a language center building. There were only 8 of us. Some of us maybe already knew each other because we came from the same region. But mostly, that was our first meet. Oh yes, I already met Cintya the beautiful moon accidentally in Juanda airport before. The next day, we finally met each other. All of us. I remember we sat in the front, introduced our name and the place where we came from. I also remember the Jembernese came togethe...

Perempuan, jodoh dan S2.

Kemarin saya dan Mama saya ngobrol santai di meja makan. Tiba-tiba bahasannya menyerempet ke arah jodoh. Sebenarnya saya selalu menghindari topik macam begini dengan keluarga saya. " Kamu kalau udah umur 25 belum nikah, udah susah cari jodoh nanti. S2 lagi" Tante saya juga pernah bilang : "Kamu nggak mau sama si X? Dia S2 juga loh" Wkwk xD Ada yang perlu saya luruskan disini: Saya tidak pernah menganggap kuliah sebagai sarana mencari ijazah lalu pamer gelar dan lantas pilih-pilih teman apalagi jodoh. Allah tidak menilai orang dari ijazah, lantas saya siapa mau pilih suami dari strata pendidikan? Wkwk. Alasan saya melanjutkan studi S2 bukan biar uang panai jadi tinggi macam yang di meme itu xD. Bahkan kalau misalnya saya juga menganggap diri saya sebuah barang yang bisa dilabeli dengan harga, saya juga tidak akan melabeli diri saya dengan harga tinggi. Kenapa? Saya yang tau  diri saya dengan semua kekurangannya. Dari segi akademik saya bukan mahasiswa yan...

Pada Deretan Huruf

Pada deretan huruf, aku tuliskan cerita. Tentang kita yang menyapa pagi, meramu siang, dan menghimpun malam. Kita yang sebelumnya tak saling kenal, dunia kita tak bersentuhan, lingkaran kita tak beririsan, lantas dipertemukan dalam suatu epidode yang mengakrabkan kita dengan cara istimewa. Pada deretan huruf, aku abadikan kisah. Tentang kau dan aku yang beda, yang tak serupa, tapi berjalan beriringan. Setiap kata merapalkan kejujuran, bahwa setiap beda tak mesti bertentang. Hal yang kadang membuat kita berdebat, nyatanya tetap bisa membuat kita tertawa bersama. Pada deretan huruf, aku rekam setiap momen. Tentang kau yang memahamkanku bahwa dunia bukanlah ruang sempit. Ia tak melulu tentang barat dan timur, atau utara dan selatan. Kau pula yang memahamkanku bahwa kita adalah bagian dari milyaran manusia, yang tertakdir bertemu disini. Pada deretan huruf, aku bekukan kenangan. Tentang kita yang selalu berceloteh bahwa hari seperti dilipat, dan harapan agar ia bisa sedikit melambat....