Pernah merasakan bahagia? Semua orang pasti pernah
merasakannya. Walaupun, seperti yang kita tahu, tidak ada yang abadi, pun
kebahagiaan. Ia datang silih berganti dengan duka.
Saya tidak akan bicara tentang definisi bahagia, atau apapun
tentang kebahagiaan. Saya hanya ingin mengutarakan satu hal: saya pernah
merasakan kebahagiaan yang paripurna. Ya, paripurna, sempurna. Setiap
merasakannya saya merasa di dunia ini tidak ada duka. Dan setiap saya merasakan
bahagia itu, saya merasa tidak butuh apa-apa lagi selain sumber kebahagiaan
itu.
Saya selalu merasa panik saat kebahagiaan itu pergi. Saya
berusaha mencarinya lagi. Berusaha menyingkirkan apa saja yang menghalangi
kebahagiaan itu. Dan mirisnya, penghalang itu adalah diri saya sendiri. Sesuatu
dalam diri saya.
Sesuatu dalam diri saya yang membuat saya jauh dari sumber
kebahagiaan itu. Saya tahu itu. Tapi kadang sesuatu itu terlalu besar, sehingga
diri saya tak bisa menghentikanya. Ia terus saja menghalangi saya dengan
kebahagiaan itu.
Kebahagiaan itu membuat saya merasa merdeka. Merasa bahwa
hidup saya akan baik-baik saja kedepan. Membuat saya merasa yakin ada tempat
untuk mengadu dan kembali. Sebaliknya, jika kebahagiaan itu pergi, saya merasa
terjajah oleh diri saya sendiri, mengikuti jalan yang saya inginkan sampai saya
sadar mungkin saya sudah terlalu jauh.
Tapi saya adalah orang yang beruntung. Setiap kali sudah
terlalu jauh pada jalan yang salah, selalu saja ada kebahagiaan yang menyapa.
Kebahagiaan kecil yang membuat saya bisa menemukan kembali bahagia yang
sempurna itu.
Kau tahu apa kebahagiaan sempurna itu?
Yaitu saat saya mengenal Dia Yang Menciptakan saya, saat
saya menyadari tujuan penciptaan saya, dan saat saya tahu kemana saya akan
kembali nantinya.
"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram." (TQS Ar-Ra'd : 28)
Komentar