Langsung ke konten utama

Menjadi Makhluk Sosial

Manusia adalah makhluk sosial. Setidaknya itu yang kita pelajari di bangku sekolah. Tapi apa bagian tersulit dari menjadi makhluk sosial? Kita harus hidup dan berinteraksi banyak orang yang isi kepalanya tak ada yang sama. Sebenarnya tak ada masalah dengan itu, yang menjadi masalah adalah, setiap orang ingin dipahami isi kepalanya, setiap orang ingin dipahami sudut pandangnya, setiap orang ingin dipahami cara mereka menjalani kehidupan.

Setiap orang hidup dengan pendapat mereka sendiri. Sibuk membangun asumsi dari apa yang mereka tidak tahu, lalu membuat pendapat sesuai dengan sudut pandang mereka. Cara kita melihat diri kita, bisa jadi berbeda dengan cara mereka. Cara kita memandang masalah kita, bisa jadi berbeda dengan cara mereka melihat masalah kita. Dan manusia kadang tidak cukup pintar untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain. Mungkin karena kita adalah makhluk dengan ego yang sangat tinggi.

Kadang dengan berbicara, mengemukakan pendapat, orang-orang akan mengerti dengan karakter dan kemauan kita. Walaupun tidak semua bisa menerima. Tapi keyataannya tidak semua orang bisa menyatakan perasaannya. Sangat sulit memahami manusia model begini. Karena kita terbiasa menilai dan memahami dari apa yang kita lihat saja. Dan kita kadang terlalu malas untuk peduli atau mencoba melihat apa yang tidak ditampakkan.

Memang cara yang paling ampuh untuk bisa memahami adalah saat kita berada di posisi orang lain. Saat kita menunggu terlalu lama, kita enggan untuk mencoba mengerti bahwa pihak yang ditunggu mungkin saja punya kendala. Sampai akhirnya kita yang berada di posisi itu, lalu anehnya menuntut untuk dimengerti. Saat kita ditinggalkan, kita tidak mau mencoba untuk melihat dari kacamata pihak yang meninggalkan, sampai akhirnya kita berada si posisi dimana kita yang terpaksa harus pergi.

Menjadi makhluk sosial seharusnya membuat kita menjadi makhluk yang peka dan peduli. Mulailah dari lingkaran kecil semisal keluarga atau pertemanan. Cobalah memahami karakter sekelilingmu dan kurang-kurangilah menuntut untuk dipahami. Belajarlah untuk melihat sesuatu di luar sudut pandangmu. Jadilah orang yang bisa melihat kebaikan dari segudang kejelekan dan kesalahan yang orang lain tampakkan.


RS
Seseorang yang sangat pandai berteori
tapi nol besar dalam aplikasi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Glimpse of Memorable Memories

I am writing this with Kiss the Rain and Stay in Memory by Yiruma playing in Youtube. It seriously making me baper . I am trying to remember every single thing we've been through together in the past 3 months. But this is not gonna be a long post that show every details. It's just the voice of  my heart (I don't know how to say curahan hati in English). Sorry if there are some things missed. Our story started at 29th of November 2015. In the day before the opening of our course program, we decided to meet in the gate of ITB for looking for a language center building. There were only 8 of us. Some of us maybe already knew each other because we came from the same region. But mostly, that was our first meet. Oh yes, I already met Cintya the beautiful moon accidentally in Juanda airport before. The next day, we finally met each other. All of us. I remember we sat in the front, introduced our name and the place where we came from. I also remember the Jembernese came togethe...

Perempuan, jodoh dan S2.

Kemarin saya dan Mama saya ngobrol santai di meja makan. Tiba-tiba bahasannya menyerempet ke arah jodoh. Sebenarnya saya selalu menghindari topik macam begini dengan keluarga saya. " Kamu kalau udah umur 25 belum nikah, udah susah cari jodoh nanti. S2 lagi" Tante saya juga pernah bilang : "Kamu nggak mau sama si X? Dia S2 juga loh" Wkwk xD Ada yang perlu saya luruskan disini: Saya tidak pernah menganggap kuliah sebagai sarana mencari ijazah lalu pamer gelar dan lantas pilih-pilih teman apalagi jodoh. Allah tidak menilai orang dari ijazah, lantas saya siapa mau pilih suami dari strata pendidikan? Wkwk. Alasan saya melanjutkan studi S2 bukan biar uang panai jadi tinggi macam yang di meme itu xD. Bahkan kalau misalnya saya juga menganggap diri saya sebuah barang yang bisa dilabeli dengan harga, saya juga tidak akan melabeli diri saya dengan harga tinggi. Kenapa? Saya yang tau  diri saya dengan semua kekurangannya. Dari segi akademik saya bukan mahasiswa yan...

Pada Deretan Huruf

Pada deretan huruf, aku tuliskan cerita. Tentang kita yang menyapa pagi, meramu siang, dan menghimpun malam. Kita yang sebelumnya tak saling kenal, dunia kita tak bersentuhan, lingkaran kita tak beririsan, lantas dipertemukan dalam suatu epidode yang mengakrabkan kita dengan cara istimewa. Pada deretan huruf, aku abadikan kisah. Tentang kau dan aku yang beda, yang tak serupa, tapi berjalan beriringan. Setiap kata merapalkan kejujuran, bahwa setiap beda tak mesti bertentang. Hal yang kadang membuat kita berdebat, nyatanya tetap bisa membuat kita tertawa bersama. Pada deretan huruf, aku rekam setiap momen. Tentang kau yang memahamkanku bahwa dunia bukanlah ruang sempit. Ia tak melulu tentang barat dan timur, atau utara dan selatan. Kau pula yang memahamkanku bahwa kita adalah bagian dari milyaran manusia, yang tertakdir bertemu disini. Pada deretan huruf, aku bekukan kenangan. Tentang kita yang selalu berceloteh bahwa hari seperti dilipat, dan harapan agar ia bisa sedikit melambat....