Langsung ke konten utama

Rumah


Sebuah catatan kecil selepas liburan.

Saya benar-benar menikmati liburan saya kali ini. Berdiam di rumah adalah sesuatu yang sangat berharga. Beberapa kali saya mengantar mama saya kesana kemari, sesekali saya menengok ponakan yang lucunya minta ampun, sesekali juga pergi mencari sinyal >,<. Selebihnya, saya menikmati waktu di rumah. Kamar mama saya lebih tepatnya.

Beberapa target liburan saya tercapai, beberapa tidak. Susah sekali untuk disiplin pada komitmen saat berada di zona nyaman. Walaupun begitu, saya cukup senang bisa menyelesaikan beberapa. Saya juga senang bisa mengajar anak-anak di sekitar rumah mengaji setiap malam. Saya merasa sedikit bermanfaat. Saya senang bisa mendengarkan curhat Mama. Saya senang akhirnya bisa menggendong ponakan baru saya, setelah 6 bulan hanya bisa melihatnya dari gambar. Saya senang bisa melupakan semua kekhawatiran sejenak.

Saya juga tetap mengaktifkan internet di ponsel, untuk sekedar tetap terhubung dengan teman-teman. Sesekali sinyalnya baik, seringnya tidak baik. Haha. Bukan masalah besar sebenarnya, apalagi untuk kehidupan sederhana di desa saya, yang baru menikmati listrik 24 jam beberapa tahun belakangan, itupun masih sering mati. Bisa telepon dan sms saja sudah syukur.

Walaupun bapak saya tidak ada, seperti biasa, saya tetap bahagia.  Untuk seorang anak yang hanya menikmati waktu bersama ayahnya tidak sampai setengah dari umurnya, saya sudah terbiasa dengan ketidakhadiran beliau. Saya tetap menikmati waktu bersama mama saya. Juga ibu kedua saya: nenek. Menikmati malam dengan cahaya lilin karena listrik yang sering mati. Menikmati kopi panas selepas subuh sambil bertukar cerita. Menikmati teh dan pisang goreng di tengah malam, bersama wacana main bulutangkis esok paginya untuk membakar lemak, yang tentu saja tidak pernah terealisasi xD. Sesekali Mama saya membangunkan saya yang tertidur di depan televisi, sambil berkomentar tentang suhu badan saya yang selalu hangat.

Semuanya di sini, di rumah, tempat dimana semua rasa bermuara. Rumah, adalah tempat saya mengembalikan lagi kewarasan otak. Rumah, adalah tempat dimana masalah seperti tak berarti. Rumah, adalah tempat dimana bahagia didefinisikan dengan cara yang amat sederhana.

Rumah, adalah tempat kau melihat senyum orang-orang yang tulus. Yang membuatmu berjanji pada diri sendiri untuk tak pernah mematahkan hati-hati yang selalu mendukungmu. Dibalik hati yang sering lelah dan putus asa, ada doa-doa mereka yang selalu memeluk. Yang membuatmu semakin sadar, tak pernah ada alasan yang tepat untuk menyerah.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Glimpse of Memorable Memories

I am writing this with Kiss the Rain and Stay in Memory by Yiruma playing in Youtube. It seriously making me baper . I am trying to remember every single thing we've been through together in the past 3 months. But this is not gonna be a long post that show every details. It's just the voice of  my heart (I don't know how to say curahan hati in English). Sorry if there are some things missed. Our story started at 29th of November 2015. In the day before the opening of our course program, we decided to meet in the gate of ITB for looking for a language center building. There were only 8 of us. Some of us maybe already knew each other because we came from the same region. But mostly, that was our first meet. Oh yes, I already met Cintya the beautiful moon accidentally in Juanda airport before. The next day, we finally met each other. All of us. I remember we sat in the front, introduced our name and the place where we came from. I also remember the Jembernese came togethe...

Perempuan, jodoh dan S2.

Kemarin saya dan Mama saya ngobrol santai di meja makan. Tiba-tiba bahasannya menyerempet ke arah jodoh. Sebenarnya saya selalu menghindari topik macam begini dengan keluarga saya. " Kamu kalau udah umur 25 belum nikah, udah susah cari jodoh nanti. S2 lagi" Tante saya juga pernah bilang : "Kamu nggak mau sama si X? Dia S2 juga loh" Wkwk xD Ada yang perlu saya luruskan disini: Saya tidak pernah menganggap kuliah sebagai sarana mencari ijazah lalu pamer gelar dan lantas pilih-pilih teman apalagi jodoh. Allah tidak menilai orang dari ijazah, lantas saya siapa mau pilih suami dari strata pendidikan? Wkwk. Alasan saya melanjutkan studi S2 bukan biar uang panai jadi tinggi macam yang di meme itu xD. Bahkan kalau misalnya saya juga menganggap diri saya sebuah barang yang bisa dilabeli dengan harga, saya juga tidak akan melabeli diri saya dengan harga tinggi. Kenapa? Saya yang tau  diri saya dengan semua kekurangannya. Dari segi akademik saya bukan mahasiswa yan...

Pada Deretan Huruf

Pada deretan huruf, aku tuliskan cerita. Tentang kita yang menyapa pagi, meramu siang, dan menghimpun malam. Kita yang sebelumnya tak saling kenal, dunia kita tak bersentuhan, lingkaran kita tak beririsan, lantas dipertemukan dalam suatu epidode yang mengakrabkan kita dengan cara istimewa. Pada deretan huruf, aku abadikan kisah. Tentang kau dan aku yang beda, yang tak serupa, tapi berjalan beriringan. Setiap kata merapalkan kejujuran, bahwa setiap beda tak mesti bertentang. Hal yang kadang membuat kita berdebat, nyatanya tetap bisa membuat kita tertawa bersama. Pada deretan huruf, aku rekam setiap momen. Tentang kau yang memahamkanku bahwa dunia bukanlah ruang sempit. Ia tak melulu tentang barat dan timur, atau utara dan selatan. Kau pula yang memahamkanku bahwa kita adalah bagian dari milyaran manusia, yang tertakdir bertemu disini. Pada deretan huruf, aku bekukan kenangan. Tentang kita yang selalu berceloteh bahwa hari seperti dilipat, dan harapan agar ia bisa sedikit melambat....