Kadang dari jauh, semuanya terlihat mengagumkan. Dari dekat, semuanya terlihat baik-baik saja. Sampai kita masuk kedalam dan akhirnya menyadari, tidak semua hal sesuai dengan ekspektasi kita. Ada hal-hal baik dan buruk yang hanya bisa dilihat saat kamu mengenal lebih dalam.
Contoh sederhanya sih anggapan-anggapan orang ke saya.
Saya pribadi lebih mudah meng-handle ekspektasi buruk daripada ekspektasi baik. Untuk anggapan-anggapan buruk di luar sana tentang saya, yang bisa saya lakukan hanyalah terus memperbaiki diri. Bukan untuk membuktikan bahwa mereka salah, bukan juga untuk menunjukkan kalau saya baik, tapi emang karena manusia pada dasarnya menginginkan kebaikan dan berusaha untuk terus mencari jalan menuju kesana.
Sebaliknya, ekspektasi baik kadang bisa bikin beban di hati. Padahal hidup aja udah cukup berat bebannya xD.
Misalnya orang-orang yang sering menganggap saya pintar karena kuliah di jurusan matematika dan pake beasiswa pemerintah pula. Padahal saya justru sering stres karena ngerasa salah masuk jurusan xD. Dan masalah beasiswa, walaupun memang beasiswa ini cukup terkenal dan selektif, saya masih merasa kalau ini hanya masalah rezeki, bukan karena saya pintar atau mampu, tapi emang Allah menakdirkan saya untuk dapat rezeki dari jalan ini.
Dulu juga ada teman bilang dia kagum karena jilbab saya udah terulur. Dia nggak tahu gimana susahnya untuk tetap istiqamah, untuk tetap bisa memegang prinsip tapi terlihat longgar di luar. Sampai sekarangpun saya rela melewati macet, panas atau hujannya kota Bogor demi bisa ikut tarbiyah yang kadang cuma satu jam. Untuk mengisi lagi iman yang lebih sering turun daripada naik. Untuk mengisi lagi hati yang udah terlalu berat dengan dunia.
Mama saya pernah bilang juga, Ika kan udah tarbiyah, berarti nanti udah bisa ngisi kajian disini ya. Padahal saya selalu ngerasa bodoh melihat buku catatan kajian saya yang isinya nggak ada yang nempel di kepala.
Anggapan-anggapan seperti itu yang sering bikin saya ngerasa ketampar-tampar dan malu. Mereka pikir saya baik padahal dibalik itu saya menyimpan banyak kekhawatiran. Takut membuat mereka kecewa, takut dicemooh saat ternyata saya tidak sesuai dengan anggapan mereka. Walaupun nggak semua orang seperti itu. Karena biar gimanapun, setelah kenal dekat orang-orang akan melihat kekurangan saya xD.
Pernah ada teman yang bilang ke saya: aku pikir orang jilbaban macam kamu gini pembawaannya dewasa, kalem, dan isi omongannya agama semua, mbak. Gubrak! Wkwk xD. Dia secara nggak langsung bilang, kamu itu mbak, jilbabnya gini tapi kok tingkahnya gitu, banyak omong dan nggak berfaedah pula omongannya xD wkwk.
Jadi bahan introspeksi aja kalo gitu xD
Saya jadi mikir gimana dengan public figure yang banyak diidolakan. Pasti berat rasanya memikul ekspektasi dan anggapan orang-orang yang mengidolakan mereka.
Kadang orang-orang begitu mengidolakan para qari, hafidzh, atau ustadz, sampai lupa menyisakan ruang bagi mereka sebagai manusia biasa yang rentan khilaf. Kadang prestasi atau ilmunya membuat kita silau hingga saat mereka melakukan kesalahan, kita kecewa bahkan sampai menghujat. Padahal itu sebenarnya karena mereka hanya manusia biasa yang kita lebihkan dengan ekspektasi-ekspektasi kita.
Begitu pula dengan pemimpin-pemimpin yang dulunya adalah kesayangan publik, sekarang malah tak sedikit yang suka nyinyirin xD. Mungkin saya salah satunya yang sering kecewa. Wajar sih karena pemimpin ya tumpuan harapan rakyat yang memang dibebani dengan amanah. Hanya saja kita perlu pahami bahwa pemimpin juga butuh ruang nasihat.
Pada akhirnya sih, tidak ada yang lebih pantas diidolakan kecuali Rasulullah. Tidak ada manusia yang lebih baik dari beliau dari segi apapun. Yang akhlak baiknya diakui bukan hanya oleh kawan tapi juga lawan. Seorang pemimpin yang atas pertolongan Allah, berhasil membangun sebuah peradaban yang bertahan begitu lama. Mengubah sebuah tatanan masyarakat yang kerusakannya hampir di semua aspek, menjadi sebuah tatanan baru yang beradab dan berakhlak mulia.
Kalau idola jaman now, tak perlu kita beri label atau berekspektasi macam-macam. Kagumi sewajarnya, dan tetap sisakan ruang pemakluman jika kita mengetahui kekurangan mereka, dan sediakan pintu maaf saat mereka melakukan kesalahan.
Dan saya juga berharap orang-orang tidak melihat saya dengan anggapan tertentu. Karena saya tidak sebaik yang kalian pikirkan, pun tidak seburuk yang kalian bayangkan.
Saya hanya remahan nastar di dasar toples kue pasca lebaran xD
Sekian dan terima traktiran.
-Ika, si remahan nastar-
Contoh sederhanya sih anggapan-anggapan orang ke saya.
Saya pribadi lebih mudah meng-handle ekspektasi buruk daripada ekspektasi baik. Untuk anggapan-anggapan buruk di luar sana tentang saya, yang bisa saya lakukan hanyalah terus memperbaiki diri. Bukan untuk membuktikan bahwa mereka salah, bukan juga untuk menunjukkan kalau saya baik, tapi emang karena manusia pada dasarnya menginginkan kebaikan dan berusaha untuk terus mencari jalan menuju kesana.
Sebaliknya, ekspektasi baik kadang bisa bikin beban di hati. Padahal hidup aja udah cukup berat bebannya xD.
Misalnya orang-orang yang sering menganggap saya pintar karena kuliah di jurusan matematika dan pake beasiswa pemerintah pula. Padahal saya justru sering stres karena ngerasa salah masuk jurusan xD. Dan masalah beasiswa, walaupun memang beasiswa ini cukup terkenal dan selektif, saya masih merasa kalau ini hanya masalah rezeki, bukan karena saya pintar atau mampu, tapi emang Allah menakdirkan saya untuk dapat rezeki dari jalan ini.
Dulu juga ada teman bilang dia kagum karena jilbab saya udah terulur. Dia nggak tahu gimana susahnya untuk tetap istiqamah, untuk tetap bisa memegang prinsip tapi terlihat longgar di luar. Sampai sekarangpun saya rela melewati macet, panas atau hujannya kota Bogor demi bisa ikut tarbiyah yang kadang cuma satu jam. Untuk mengisi lagi iman yang lebih sering turun daripada naik. Untuk mengisi lagi hati yang udah terlalu berat dengan dunia.
Mama saya pernah bilang juga, Ika kan udah tarbiyah, berarti nanti udah bisa ngisi kajian disini ya. Padahal saya selalu ngerasa bodoh melihat buku catatan kajian saya yang isinya nggak ada yang nempel di kepala.
Anggapan-anggapan seperti itu yang sering bikin saya ngerasa ketampar-tampar dan malu. Mereka pikir saya baik padahal dibalik itu saya menyimpan banyak kekhawatiran. Takut membuat mereka kecewa, takut dicemooh saat ternyata saya tidak sesuai dengan anggapan mereka. Walaupun nggak semua orang seperti itu. Karena biar gimanapun, setelah kenal dekat orang-orang akan melihat kekurangan saya xD.
Pernah ada teman yang bilang ke saya: aku pikir orang jilbaban macam kamu gini pembawaannya dewasa, kalem, dan isi omongannya agama semua, mbak. Gubrak! Wkwk xD. Dia secara nggak langsung bilang, kamu itu mbak, jilbabnya gini tapi kok tingkahnya gitu, banyak omong dan nggak berfaedah pula omongannya xD wkwk.
Jadi bahan introspeksi aja kalo gitu xD
Saya jadi mikir gimana dengan public figure yang banyak diidolakan. Pasti berat rasanya memikul ekspektasi dan anggapan orang-orang yang mengidolakan mereka.
Kadang orang-orang begitu mengidolakan para qari, hafidzh, atau ustadz, sampai lupa menyisakan ruang bagi mereka sebagai manusia biasa yang rentan khilaf. Kadang prestasi atau ilmunya membuat kita silau hingga saat mereka melakukan kesalahan, kita kecewa bahkan sampai menghujat. Padahal itu sebenarnya karena mereka hanya manusia biasa yang kita lebihkan dengan ekspektasi-ekspektasi kita.
Begitu pula dengan pemimpin-pemimpin yang dulunya adalah kesayangan publik, sekarang malah tak sedikit yang suka nyinyirin xD. Mungkin saya salah satunya yang sering kecewa. Wajar sih karena pemimpin ya tumpuan harapan rakyat yang memang dibebani dengan amanah. Hanya saja kita perlu pahami bahwa pemimpin juga butuh ruang nasihat.
Pada akhirnya sih, tidak ada yang lebih pantas diidolakan kecuali Rasulullah. Tidak ada manusia yang lebih baik dari beliau dari segi apapun. Yang akhlak baiknya diakui bukan hanya oleh kawan tapi juga lawan. Seorang pemimpin yang atas pertolongan Allah, berhasil membangun sebuah peradaban yang bertahan begitu lama. Mengubah sebuah tatanan masyarakat yang kerusakannya hampir di semua aspek, menjadi sebuah tatanan baru yang beradab dan berakhlak mulia.
Kalau idola jaman now, tak perlu kita beri label atau berekspektasi macam-macam. Kagumi sewajarnya, dan tetap sisakan ruang pemakluman jika kita mengetahui kekurangan mereka, dan sediakan pintu maaf saat mereka melakukan kesalahan.
Dan saya juga berharap orang-orang tidak melihat saya dengan anggapan tertentu. Karena saya tidak sebaik yang kalian pikirkan, pun tidak seburuk yang kalian bayangkan.
Saya hanya remahan nastar di dasar toples kue pasca lebaran xD
Sekian dan terima traktiran.
-Ika, si remahan nastar-
Komentar