Langsung ke konten utama

Monolog

*di sebuah kedai bakso paling enak di Bogor

"Kekhawatiran kamu soal menikah apa?"

"Aku cuma takut kalau niatku belum lurus hingga nanti hasilnya juga nggak baik dan tidak mendapat pertolongan Allah saat kita dilanda masalah."

Lalu saya sadar, semua akar kekhawatiran saya masalah pernikahan adalah masalah niat. Saya dari dulu paham, menikah itu ibadah, ibadah terpanjang. Saya paham, menikah itu untuk membangun keluarga, sebuah lingkup dakwah terkecil, sebuah pilar peradaban yang harus dimulai dengan niat yang benar.

Saat ia dimulai dengan niat tidak lurus, maka bisa jadi orientasi kedepan akan melulu tentang masalah duniawi sehingga dunia dan segala ketidakpastiannya akan menimbulkan banyak kekhawatiran. Wajar sebenarnya, tapi tidak perlu terlalu berlebihan.

Takut hidup dalam kekurangan dan keterbatasan? Ada Allah yang menjamin rezeki. Sementara kita adalah manusia yang dibekali akal dan pikiran, serta fisik yang sempurna, itu adalah modal untuk menjemput rezeki.  Bahkan dengan niat yang benar, ikhtiar menjemput rezeki bisa jadi salah satu ladang pahala.

Bagaimana jika dilanda masalah? Masalah selalu ada untuk mereka yang menikah atau tidak, yang berkeluarga atau sendiri. Jangan pernah lelah belajar, karena orang-orang berilmu pemikirannya lebih luas serta bisa melihat lebih banyak penyelesaian dalam menghadapi berbagai situasi.

Bagaimana jika pernikahannya tidak berjalan dengan baik? Hadapi sebisanya, wilayah kita adalah ikhtiar dan doa, takdir itu wilayah Allah. Jangan mengkhawatirkan sesuatu yang bukan porsi kita.

Bagaimana menghadapi ego masing-masing? Belajar untuk terus sabar dan memahami. Jangan terjebak dalam asumsi dan pemikiran sendiri, komunikasikan setiap masalah dan utamakan prasangka baik. Percayalah, segala yang kamu miliki, sudah merupakan takaran yang pas untuk mengahadapi pasanganmu, pun sebaliknya.

Bagaimana menghadapi keluarga pasangan? Berlakulah seperti biasa, selayaknya keluarga. Karena setelah menikah kamu bukan hanya menjadi seorang istri, tapi juga bagian dari keluarga suamimu. Jadilah orang baik dimanapun, di lingkungan apapun, maka orang-orang akan mudah menerimamu.

Sebaiknya apa yang dipersiapkan? Hal-hal sederhana seperti belajar melakukan pekerjaan rumah tangga, belajar mengatur keuangan, mengatur waktu, mendisiplinkan ibadah, dll. Karena setelah menikah tanggung jawab akan semakin banyak, biasakan untuk menjadi orang yang teratur dan efisien dalam setiap urusan. Menikah juga akan menuntut keadaan ruhiyah yang kuat untuk membangun support system dalam keluarga.

Masih banyak hal lain yang saya khawatirkan. Hanya saja dengan berusaha meluruskan niat, disertai dengan kesiapan memikul amanah, seharusnya setiap khawatir bisa diredakan. Pada dasarnya setiap pilihan pasti mengandung konsekuensi. Untuk itu dalam pernikahan dibutuhkan orang-orang yang siap dengan komitmen dan tanggung jawab. Dua hal ini sebenarnya sudah akrab dengan kita dalam kehidupan sehari-hari. Hanya saja, dalam pernikahan dua kata ini harus dipegang seumur hidup.

Hidup memang bukan hanya masalah meniqa saja. Tapi bukan berarti ini dianggap tidak penting dan bisa diikhtiarkan nanti-nanti.

Beberapa orang di usia saya yang belum menikah kadang merasa alergi membahas masalah beginian. Saya pun menulis ini untuk melepaskan uneg-uneg di kepala saja. Karena kadang saya merasa diskusi masalah ini juga perlu, bukan membahas melankolianya jatuh cinta, tapi untuk berbagi pandangan dan pemikiran masalah hidup setelah menikah.

Mari terus belajar dan berbenah :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Glimpse of Memorable Memories

I am writing this with Kiss the Rain and Stay in Memory by Yiruma playing in Youtube. It seriously making me baper . I am trying to remember every single thing we've been through together in the past 3 months. But this is not gonna be a long post that show every details. It's just the voice of  my heart (I don't know how to say curahan hati in English). Sorry if there are some things missed. Our story started at 29th of November 2015. In the day before the opening of our course program, we decided to meet in the gate of ITB for looking for a language center building. There were only 8 of us. Some of us maybe already knew each other because we came from the same region. But mostly, that was our first meet. Oh yes, I already met Cintya the beautiful moon accidentally in Juanda airport before. The next day, we finally met each other. All of us. I remember we sat in the front, introduced our name and the place where we came from. I also remember the Jembernese came togethe...

Perempuan, jodoh dan S2.

Kemarin saya dan Mama saya ngobrol santai di meja makan. Tiba-tiba bahasannya menyerempet ke arah jodoh. Sebenarnya saya selalu menghindari topik macam begini dengan keluarga saya. " Kamu kalau udah umur 25 belum nikah, udah susah cari jodoh nanti. S2 lagi" Tante saya juga pernah bilang : "Kamu nggak mau sama si X? Dia S2 juga loh" Wkwk xD Ada yang perlu saya luruskan disini: Saya tidak pernah menganggap kuliah sebagai sarana mencari ijazah lalu pamer gelar dan lantas pilih-pilih teman apalagi jodoh. Allah tidak menilai orang dari ijazah, lantas saya siapa mau pilih suami dari strata pendidikan? Wkwk. Alasan saya melanjutkan studi S2 bukan biar uang panai jadi tinggi macam yang di meme itu xD. Bahkan kalau misalnya saya juga menganggap diri saya sebuah barang yang bisa dilabeli dengan harga, saya juga tidak akan melabeli diri saya dengan harga tinggi. Kenapa? Saya yang tau  diri saya dengan semua kekurangannya. Dari segi akademik saya bukan mahasiswa yan...

Pada Deretan Huruf

Pada deretan huruf, aku tuliskan cerita. Tentang kita yang menyapa pagi, meramu siang, dan menghimpun malam. Kita yang sebelumnya tak saling kenal, dunia kita tak bersentuhan, lingkaran kita tak beririsan, lantas dipertemukan dalam suatu epidode yang mengakrabkan kita dengan cara istimewa. Pada deretan huruf, aku abadikan kisah. Tentang kau dan aku yang beda, yang tak serupa, tapi berjalan beriringan. Setiap kata merapalkan kejujuran, bahwa setiap beda tak mesti bertentang. Hal yang kadang membuat kita berdebat, nyatanya tetap bisa membuat kita tertawa bersama. Pada deretan huruf, aku rekam setiap momen. Tentang kau yang memahamkanku bahwa dunia bukanlah ruang sempit. Ia tak melulu tentang barat dan timur, atau utara dan selatan. Kau pula yang memahamkanku bahwa kita adalah bagian dari milyaran manusia, yang tertakdir bertemu disini. Pada deretan huruf, aku bekukan kenangan. Tentang kita yang selalu berceloteh bahwa hari seperti dilipat, dan harapan agar ia bisa sedikit melambat....