Langsung ke konten utama

Palu

Terhitung satu minggu setelah gempa yang diikuti tsunami mengguncang Palu. Jangan ditanya perasaan saya saat itu, saya tidak bisa tidur, maag saya tiba-tiba kambuh karena stres memikirkan keluarga dan teman-teman di Palu. Semalaman saya terjaga sambil memandangi layar ponsel. Teringat percakapan terakhir saya dengan Mama saya sebelum beliau sampai di Palu.

"Ika nanti Mama ke rumah tante Asma lewat jalan mana?"

Lalu saya menjelaskan seperti biasa, sama sekali tidak terpikirkan akan terjadi bencana yang begitu dahsyat keesokan harinya. Saat itu Mama akan menemani kakek saya berobat di Rumah Sakit di Palu karena kedua ginjalnya tidak berfungsi sehingga harus segera cuci darah.

Kita manusia selalu lupa bahwa detik yang kita punya hanya detik ini. Detik selanjutnya masih menjadi rahasia Allah. Kita tidak pernah tau, apa yang duluan datang, rencana kita atau ketetapanNya.

Apabila bumi diguncangkan dengan guncangan yang dahsyat,
dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung) nya,
dan manusia bertanya, "apa yang terjadi pada bumi ini?"
Pada hari itu bumi menyampaikan beritanya,
karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang sedemikian itu) padanya.

(QS Al-Zalzalah: 1-5)

Ayat-ayat di atas menggambarkan keadaan pada hari kiamat kelak, yang secuil rasanya mungkin telah Allah timpakan pada saudara-saudara kita. Tidak sedahsyat gambaran hari kiamat yang sesungguhnya memang, tapi sudah cukup memberikan gambaran akan kemahakuasaanNya.

Di ayat pertama surah al-zalzalah di atas terdapat kata digoncangkan, sebuah kalimat pasif yang artinya ada pelakunya. Siapa pelakunya? Ialah Allah swt.  Pada QS Al-Fath ayat 7 Allah swt berfirman ...Dan milik Allah-lah bala tentara langit dan bumi...

Semua yang ada di langit dan bumi adalah bala tentara Allah yang siap siaga terhadap titahNya. Maka mudah bagi Allah, dalam hitungan detik, memporak-porandakan negeri yang yang paling tenteram sekalipun, tanpa terbesit sedetikpun di pikiran manusia sebelumnya.

Betapa lalainya kita padahal langit bisa saja runtuh dan bumi bisa saja memuntahkan isinya atas perintah Allah.

Maka apakah penduduk negeri itu merasa aman dari siksaan Kami yang datang malam hari ketika mereka sedang tidur? 

Atau apakah penduduk negeri itu merasa aman dari siksaan Kami yang datang pada pagi hari ketika mereka sedang bermain? 

(QS Al-A'raf: 97-98)

Sebagai orang beriman, kita meyakini bahwa dibalik sebuah musibah, pasti ada sebab dan pembelajaran. Sebabnya tentu saja karena perbuatan manusia itu sendiri sehingga Allah menghendaki mereka merasakan akibat dari perbuatan mereka (QS Ar-Rum: 41) dan sifat manusia yang kufur terhadap nikmat-nikmat Allah (QS An-Nahl: 112).

Lalu bagaimana caranya agar kita terhindar dari murka Allah?
Jadilah hamba yang bertakwa (QS Al-A'raf: 96), perbanyak istighfar (QS Al-Anfal: 33), dan jadilah hamba yang mushlih (QS Al-A'raf: 164). Apa itu mushlih? Ia adalah orang-orang yang melakukan ishlah (perbaikan). Jangan menjadi shalih untuk diri sendiri tanpa peduli dengan lingkungan sekitar. Karena saat azab Allah turun, dia tidak akan pandang bulu apakah disitu ada orang shalih atau tidak. Untuk itu tanggung jawab dakwah dan mekanisme saling menasihati tidak boleh ditinggalkan.

Bencana yang mengguncang Palu dan sekitarnya, tidak saya rasakan secara langsung. Tapi hanya dengan melihat dari layar kaca sudah cukup membuat hati saya terluka melihat kota yang dulu pernah menjadi rumah bagi saya hancur seperti itu. Melihat keluarga dan teman-teman saya menjadi korban, melihat banyak orang kehilangan sanak saudaranya.

Semoga musibah ini menjadi penggugur dosa dan sarana Allah dalam meningkatkan derajat orang-orang bertakwa. Semua takdir Allah adalah baik, tinggal bagaimana kita menata hati untuk ridha terhadap ketetapanNya.

Dan semoga ada hikmah yang dipetik, baik untuk mereka juga untuk kita.


/intisari kajian tadi pagi
/ditulis sebagai tamparan dan nasihat untuk diri sendiri

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Glimpse of Memorable Memories

I am writing this with Kiss the Rain and Stay in Memory by Yiruma playing in Youtube. It seriously making me baper . I am trying to remember every single thing we've been through together in the past 3 months. But this is not gonna be a long post that show every details. It's just the voice of  my heart (I don't know how to say curahan hati in English). Sorry if there are some things missed. Our story started at 29th of November 2015. In the day before the opening of our course program, we decided to meet in the gate of ITB for looking for a language center building. There were only 8 of us. Some of us maybe already knew each other because we came from the same region. But mostly, that was our first meet. Oh yes, I already met Cintya the beautiful moon accidentally in Juanda airport before. The next day, we finally met each other. All of us. I remember we sat in the front, introduced our name and the place where we came from. I also remember the Jembernese came togethe...

Perempuan, jodoh dan S2.

Kemarin saya dan Mama saya ngobrol santai di meja makan. Tiba-tiba bahasannya menyerempet ke arah jodoh. Sebenarnya saya selalu menghindari topik macam begini dengan keluarga saya. " Kamu kalau udah umur 25 belum nikah, udah susah cari jodoh nanti. S2 lagi" Tante saya juga pernah bilang : "Kamu nggak mau sama si X? Dia S2 juga loh" Wkwk xD Ada yang perlu saya luruskan disini: Saya tidak pernah menganggap kuliah sebagai sarana mencari ijazah lalu pamer gelar dan lantas pilih-pilih teman apalagi jodoh. Allah tidak menilai orang dari ijazah, lantas saya siapa mau pilih suami dari strata pendidikan? Wkwk. Alasan saya melanjutkan studi S2 bukan biar uang panai jadi tinggi macam yang di meme itu xD. Bahkan kalau misalnya saya juga menganggap diri saya sebuah barang yang bisa dilabeli dengan harga, saya juga tidak akan melabeli diri saya dengan harga tinggi. Kenapa? Saya yang tau  diri saya dengan semua kekurangannya. Dari segi akademik saya bukan mahasiswa yan...

Pada Deretan Huruf

Pada deretan huruf, aku tuliskan cerita. Tentang kita yang menyapa pagi, meramu siang, dan menghimpun malam. Kita yang sebelumnya tak saling kenal, dunia kita tak bersentuhan, lingkaran kita tak beririsan, lantas dipertemukan dalam suatu epidode yang mengakrabkan kita dengan cara istimewa. Pada deretan huruf, aku abadikan kisah. Tentang kau dan aku yang beda, yang tak serupa, tapi berjalan beriringan. Setiap kata merapalkan kejujuran, bahwa setiap beda tak mesti bertentang. Hal yang kadang membuat kita berdebat, nyatanya tetap bisa membuat kita tertawa bersama. Pada deretan huruf, aku rekam setiap momen. Tentang kau yang memahamkanku bahwa dunia bukanlah ruang sempit. Ia tak melulu tentang barat dan timur, atau utara dan selatan. Kau pula yang memahamkanku bahwa kita adalah bagian dari milyaran manusia, yang tertakdir bertemu disini. Pada deretan huruf, aku bekukan kenangan. Tentang kita yang selalu berceloteh bahwa hari seperti dilipat, dan harapan agar ia bisa sedikit melambat....