Disalin dari tulisan aslinya di sini.
Jadi gini gaes, beberapa hari yang lalu saya baca tulisannya Dr. Abbas syauman dengan judul “ahkām al-marah wa mustajaddāt al-‘ashr.” Inti tulisannya adalah meluruskan pandangan-pandangan keliru terkait perempuan.
Dari sarpati tulisan beliau inilah kemudian saya kembangkan jadi tulisan ini. Berikut beberapa hal yang seringkali gagal dipahami secara proporsional:
1. Perempuan itu fitnah. Laki-laki?
Ada 3 fitnah utama bagi para lelaki di dunia ini; harta, tahta, dan wanita. Kenapa wanita terakhir? Soalnya itu puncak fitnah terberat buat kaum pria, berkali lipat lebih berat dari firnah akhir bulan bagi mahasiswa. Ih malah curhat~ kenawyh? Soalnya Rasul sendiri bilang kan, ‘tiada fitnah yang lebih dahsyat bagi lelaki dari fitnahnya wanita.’
Tapi apakah para lelaki tidak bisa jadi fitnah buat perempuan?
Iya, rasul bilang perempuan itu fitnah bagi para lelaki. Tapi itu tidak lantas menafikan potensi fitnah laki-laki bagi perempuan. Karena menetapkan sesuatu itu bukan berarti menafikan yang lainnya,‘itsbātu syai-in lā yanfī ghairahu.’ Gitu kaidahnya gaes.
Imraatu azīz aka Zulaikha di kisah Nabi Yusuf ‘alaihissalam adalah contoh kongkrit perempuan yang terfitnah oleh pesona lelaki. Bahkan ‘grup rumpinya’ sampai mengiris jari jemarinya ketika melihat ketampanan nabi yusuf, sampai terucap kalimat, ‘iih, ini mah bukan manusia. Ini sih makhluk kayangan~’
Okey, katakanlah untuk Nabi Yusuf ‘alaihissalam mungkin kasus spesial. Jadi mari kita ambil kasus jaman now yang kekinian; fenomena fanwar antar sasaeng opa-opa tampan, perang bulliying di jagat medsos, bahkan tak jarang adu jotos di dunia nyata. Bagaimana anda menafsirkan fenomena ini? Meski mungkin tidak 100% tepat, setidaknya dari beberapa sisi ini merupakan contoh kongkrit perempuan yang terfitnah oleh para laki-laki, kan?
Banyak lelaki yang bertekuk lutut di hadapan kecantikan perempuan, tapi di sisi lain juga tidak sedikit kita temukan perempuan merelakan banyak hal sampai hal paling berharga yang dia miliki disebabkan janji manis dan gombalan para lelaki. Dahsyat juga congornya lelaki yak~
Ini artinya sebagain menjadi fitnah bagi yang lainnya bukan? ‘Waja’alna ba’dlakum liba’dlin fitnah. Atashbirūn?’
“Kami jadikan sebagian kalian menjadi fitnah bagi yang lainnya. Maukah kalian bersabar?”
2. Poligami
Okey, mungkin anda bosan dengan bahasan ini, sejujurnya sih saya juga. Ada dua curhatan tulisan saya yang khusus bahas tentang ini, tapi saya gak anjurin cari dan baca ko, soalnya mungkin tidak begitu berfaedah juga untuk anda. Tapi ringkasnya begini;
Ada dua kubu ekstrim berkenaan dengan hukum poligami;
Pertama, para pelaku dan tim sorak-sorai poligami yang mengambil hukum kebolehan poligami, tapi lupa atau pura-pura lupa dengan syarat yang ditetapkan, padahal syaratnya disebut di ayat yang sama yang dijadikan sebagai dalil kebolehan poligami (An-nisa: 3)
Kedua, para penolak poligami dan haters orang-orang yang berpoligami. Alasannya bahwa syarat poligami itu adil, sementara Allah sendiri bilang ‘walan tastathī’ū an ta’dilū walau harashtum’ di (An-nisa: 129) ‘sampai kapanpun kaliantu gak bakal bisa adil seusaha apapun.’ Kalau begitu, berarti kan poligami gak bisa dilakuin dong~
Dua kutub ekstrim ini salah memahami syariat poligami, karena cuma nyomot sebagian ayat dan ninggalin yang lainnya. Hanya menjadikan ayat sebagai legitimasi ego mereka masing-masing. Yang benar itu mengamalkan dalil, bukan mendalili amal (ego) gaes~
Yang benar, poligami itu syariat yang Allah tetapkan sebagai sebuah solusi, bisa diamalkan dikala syarat dan ketentuannya dipenuhi. Udah gitu aja.
3. Rida suami, surganya istri
Memang ada banyak hadits yang menyebutkan bahwa keridaan suami bagi istri adalah jalan menggapai keridaan Ilahi. Tapi apakah ini bisa menjadi legitimasi bahwa suami bolah berlaku sewenang-wenang terhadap sang istri?
Oh, tentu saja tidak ferguso! Kesewenang-wenangan adalah kezaliman, Allah sendiri bilang di hadits qudsi, ‘ini harramtu adz-dzulma ‘alā nafsī waja’altuhu bainakum muharraman.’ Kata Allah, ‘Aku mengharamkan kezaliman pada diri-Ku. Maka akupun mengharamkannya di antara kalian.’
Makanya, jika rida suami bisa mengantarkan istri masuk surga, maka zalim terhadap istri bisa bikin suami masuk neraka. Kan nabi sendiri bilang, ‘berbuat baiklah pada para perempuan,’ terus beliau juga bilang, ‘yang paling baik dari kalian itu yang paling baik sama istrinya.’ Yakaan?
Dan lagi, yang namanya relasi antara suami-istri kan di agama kita diatur hak dan kewajibannya. Tidak hanya satu arah, tapi berlaku timbal balik. Gitu gaes~
4. Istri kudu izin sama suami
Istri kalau mau safar harus ijin dulu sama suami, kalau gak ijin potensial jadi istri yang durhaka. Kalau suami mah mau pergi kemana-mana juga bebas. Gak usah ijin-ijin sama istri.
Dari mana pemahaman ini berakar? Apakah ada sandaran ideologis berupa dalil yang menopangnya, ataukah ini sekadar konsekuensi perubahan status pacaran ke pernikahan? Maksudnya, kalau dulu pas jaman pacaran si cowok harus selalu menyuplai informasi tentang dimana, sama siapa, dan lagi ngapain dia ke ceweknya. Maka atas nama keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia setelah menikah gantian dong, istri yang kudu laporan. Wkwkwk~
Well, saya gak tahu. Eh btw, ini bukan berarti saya mendukung hubungan yang disebut dengan pacaran ya. Saya tetap timnya ‘jomblo fi sabilillah, jomblo mulia atau mati syahid.’ Laah?!
Tapi memang beginilah seringkali yang dipahami oleh kebanyakan masyarakat kita. Istri kudu ijin, sementara suami mah bebas. Padahal yang benar suami juga perlu mendapat ijin istri saat melakukan safar, karena kalau istri dirugikan baik secara moril atau materi menjadi keharusan bagi suami untuk tetap tinggal membersamai si istri. Begitu agama kita mengajarkan, sayangnya hanya sedikit yang mau mengambil pelajaran~.
Komentar