Langsung ke konten utama

Tiga Puluh Juni

Mengambil nafas sembari merenungkan kembali, aku telah mengambil keputusan besar dalam hidup: menjadi seorang istri. Is.tri.

Untuk seseorang yang amat sangat terbiasa dengan kesendirian, merasa sangat independen dan bisa melakukan semuanya sendiri, mengambil keputusan untuk berbagi apapun, termasuk berbagi kamar, tempat paling privasi, adalah sebuah keputusan besar.

Mau dikata apa lagi, saat telah datang seseorang, menawarkan hati sebagai rumah tempat kembali, dan keinginan membangun cinta setiap hari, apalagi dia adalah nama yang sudah lama terukir.

-----

Melihat kembali ke belakang, seseorang yang tidak pernah kuduga sebelumnya. Tak ada sapa akrab di awal, hanya sekedar lewat. Bahkan saat kami mulai saling melempar obrolan, semuanya terasa biasa saja. Terlampau biasa untuk sebuah rasa yang entah kenapa, dan entah sejak kapan, mulai menggangguku.

Ya..

Tak bisa kupungkiri bahwa dia telah lama menjadi hal yang kusemogakan, entah sejak kapan. Sering kuselipkan doa. Doa yang sebenarnya membuatku malu, bahkan selalu kuistighfari dalam hati. Sebuah kekalutan yang memaksa otak untuk menerka kejujuran, dan memaksa hati untuk menahan diri. Terlalu sulit mencari titik tengah.

Monolog dalam hati sering terjadi sebagai upaya negosiasi untuk mencari solusi. Bukan solusi sebenarnya, lebih pada pembenaran. Tapi akupun paham, aku tidak berada dalam prioritasnya, atau mungkin tidak berada dalam list perempuan idealnya, hanya perempuan biasa tanpa riasan dan kacamata yang tidak kekinian, baju kelonggaran, dan jilbab kelebaran. Dan lagi perempuan aneh yang tidak jelas pendiriannya, juga terlalu malu untuk mengungkapkan semuanya.

Tapi sekali lagi, rasa ini cukup menganggu. Dan rasa ini butuh pertanggungjawaban.

Malu-malu ku ucapkan doa, masih sama.
Semoga kelak saat ia sudah siap membangun rumah peradabannya sendiri, aku yang dipilih untuk membersamainya. Semoga kelak saat ia sudah siap untuk menggenap, aku yang menjadi pilihannya. Semoga kelak saat ia benar-benar mencari rumah tempat kembali, aku yang menjadi tujuannya.

Doaku terjawab.

Tiga puluh Juni, Arsy berguncang untuk sebuah perjanjian yang sangat kuat antara hamba dengan Tuhannya.

Dan rindu akhirnya terbayar tuntas setelah ucapan ikrar.


-----

Just another tulisan alay. Saat lagi maskeran sambil menunggu suami pulang futsal :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Glimpse of Memorable Memories

I am writing this with Kiss the Rain and Stay in Memory by Yiruma playing in Youtube. It seriously making me baper . I am trying to remember every single thing we've been through together in the past 3 months. But this is not gonna be a long post that show every details. It's just the voice of  my heart (I don't know how to say curahan hati in English). Sorry if there are some things missed. Our story started at 29th of November 2015. In the day before the opening of our course program, we decided to meet in the gate of ITB for looking for a language center building. There were only 8 of us. Some of us maybe already knew each other because we came from the same region. But mostly, that was our first meet. Oh yes, I already met Cintya the beautiful moon accidentally in Juanda airport before. The next day, we finally met each other. All of us. I remember we sat in the front, introduced our name and the place where we came from. I also remember the Jembernese came togethe...

Perempuan, jodoh dan S2.

Kemarin saya dan Mama saya ngobrol santai di meja makan. Tiba-tiba bahasannya menyerempet ke arah jodoh. Sebenarnya saya selalu menghindari topik macam begini dengan keluarga saya. " Kamu kalau udah umur 25 belum nikah, udah susah cari jodoh nanti. S2 lagi" Tante saya juga pernah bilang : "Kamu nggak mau sama si X? Dia S2 juga loh" Wkwk xD Ada yang perlu saya luruskan disini: Saya tidak pernah menganggap kuliah sebagai sarana mencari ijazah lalu pamer gelar dan lantas pilih-pilih teman apalagi jodoh. Allah tidak menilai orang dari ijazah, lantas saya siapa mau pilih suami dari strata pendidikan? Wkwk. Alasan saya melanjutkan studi S2 bukan biar uang panai jadi tinggi macam yang di meme itu xD. Bahkan kalau misalnya saya juga menganggap diri saya sebuah barang yang bisa dilabeli dengan harga, saya juga tidak akan melabeli diri saya dengan harga tinggi. Kenapa? Saya yang tau  diri saya dengan semua kekurangannya. Dari segi akademik saya bukan mahasiswa yan...

Pada Deretan Huruf

Pada deretan huruf, aku tuliskan cerita. Tentang kita yang menyapa pagi, meramu siang, dan menghimpun malam. Kita yang sebelumnya tak saling kenal, dunia kita tak bersentuhan, lingkaran kita tak beririsan, lantas dipertemukan dalam suatu epidode yang mengakrabkan kita dengan cara istimewa. Pada deretan huruf, aku abadikan kisah. Tentang kau dan aku yang beda, yang tak serupa, tapi berjalan beriringan. Setiap kata merapalkan kejujuran, bahwa setiap beda tak mesti bertentang. Hal yang kadang membuat kita berdebat, nyatanya tetap bisa membuat kita tertawa bersama. Pada deretan huruf, aku rekam setiap momen. Tentang kau yang memahamkanku bahwa dunia bukanlah ruang sempit. Ia tak melulu tentang barat dan timur, atau utara dan selatan. Kau pula yang memahamkanku bahwa kita adalah bagian dari milyaran manusia, yang tertakdir bertemu disini. Pada deretan huruf, aku bekukan kenangan. Tentang kita yang selalu berceloteh bahwa hari seperti dilipat, dan harapan agar ia bisa sedikit melambat....