Langsung ke konten utama

Tentang MengASIhi

“Dan bagi para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan..." (QS Al-Baqarah: 233)


Maryam lahir dengan kondisi ketuban keruh sehingga harus diberikan antibiotik selama 3 hari di rumah sakit. Kami tidak melakukan IMD dan protokol rumah sakit di masa pandemi ini melarang orang tua untuk bertemu si bayi. 

Sebenarnya saya juga tidak paham kenapa bayinya tidak dibawa ke kamar untuk menyusu dan justru diberikan susu formula di hari-hari pertamanya. Padahal saya sudah bertekad ASI ekslusif, dan setelah melahirkan, kolostrum saya cuma tumpah-tumpah aja nggak diminum Maryam. Sedih. Susahnya lagi ASI saya akhirnya nggak langsung keluar karena nggak ada stimulasi dari hisapan bayi.


Sejak dulu saya sebenarnya nggak pernah menentang soal pemberian susu formula pada bayi. Karena saya sendiri juga merupakan bayi sufor dulunya. Tapi setelah  menjadi ibu, dan saya tau bahwa mengASIhi memang layak diperjuangkan, maka saya perjuangkan.


Di hari ke empat kami akhirnya ketemu dan langsung melakukan sesi menyusu untuk pertama kali. Alhamdulillah Maryam bisa langsung menyusu tanpa kesulitan dengan pelekatan yang sempurna. Meskipun awalnya saya khawatir dia bingung puting karena hari-hari pertamanya dia menyusu melalui dot.


Sampai 3 hari selanjutnya dia masih meminum ASI dengan susu formula karena ASI saya masih belum cukup. Setiap kali dia menyusu saya tetap memberikan ASI meskipun saya tidak yakin isinya ada atau nggak. Dia tetap menghisap sampai akhirnya menangis. Setidaknya bisa menstimulus untuk produksi ASI. Setiap kali akan menyusui, saya tetap menyiapkan susu formula. Namun dalam hati saya selalu berdoa "cukupkan ya Allah". Sambil berharap dia bisa benar-benar kenyang hanya dengan ASI.


Di hari ke tujuh Maryam akhirnya benar-benar tidak minum susu formula lagi. Alhamdulillah.


Lalu apakah kekhawatiran saya selesai? Tentu saja tidak.


Saya selalu mencari informasi terkait menyusui di internet. Dari informasi yang saya dapatkan, sesi menyusui bayi itu kurang lebih 2-3 jam sekali dengan durasi 10-15 menit dalam satu kali menyusu. Sementara Maryam hanya menyusu paling lama 5 menit. Kadang bahkan hanya 2 menit. Saat menyusu dia lebih sering menangis atau tertidur.


Saya selalu berpatokan pada angka. Kapan terakhir dia menyusu, berapa lama durasinya. Jadi saya selalu bertanya-tanya, kenyang nggak ya dia cuma nyusu bentar?


Karena khawatir dia nggak cukup nutrisinya saya jadi menyusuinya lebih sering, bangun setiap jam di tengah malam nggak jadi masalah lagi. Kenapa saya perhatian ke menyusui ini? Selain karena nutrisinya yang harus terpenuhi untuk tumbuh kembang, ini juga akan berimbas ke berat badan. Sekali lagi, saya selalu berpatokan pada angka. Setelah menjadi ibu, bagi saya hal-hal sesederhana angka-angka yang sesuai standar bisa menjadi hal krusial. Alhamdulillah bulan pertama berat badannya naik cukup signifikan. Saya lega.


Masalah lainnya adalah, Maryam gampang sekali gumoh bahkan muntah. Dan saat menyusu dia suka nggak tenang. Sering menendang, memukul-mukul, melengkungkan badan, bahkan menangis. Dulu sesi menyusui harus disela dengan gendong-gendongin dia sampai tenang dulu. Menyusui, menggendong, menyusui, menggendong, begitu sampai dia kenyang. Kadang bisa sampai lebih dari satu jam.


Akhirnya saya coba berbagai posisi menyusui yang nyaman untuk dia meskipun pegel di saya. Dan setelah sesi menyusui selesai saya nggak peduli harus gendong berapa lama sampai dia sendawa. Awalnya karena saya nggak tau cara menyendawakan yang benar. Lama-lama saya paham bahwa menyendawakan bayi tidak perlu menunggu sampai menyusunya selesai. Di sela-sela sesi menyusu pun bisa disendawakan dulu baru lanjut lagi menyusu sampai dia kenyang.


Sampai sekarang Maryam masih menyusu secara langsung. Atau bahasa kerennya DBF. Kami sama-sama sudah merasa nyaman meskipun tidak bisa dibilang mudah juga. Proses mengASIhi ini butuh komitmen dan persistensi dan kemauan yang kuat dari ibu. Tidak peduli puting yang kadang sakit, rasa mual, dan rahim yang suka berkontraksi saat menyusui, sesi menyusui masih menjadi favorit saya bersama Maryam.  


ASI saya juga kadang berlimpah kadang juga seret. Semuanya saya lakukan, minum vitamin dan what so called ASI booster, makan makanan enak, minum banyak air putih, menghindari stres dll. Di awal saya bahkan sempat menyederhanakan ekspektasi. Saya fokus ke 6 bulan pertama dulu dan melupakan keinginan untuk lulus menyusui sampai 2 tahun.


Menyusui membuat saya merasa dibutuhkan. Bahkan jika seisi dunia tidak menginginkan saya, ada Maryam yang akan selalu menangis mencari saya. Melihat wajahnya dari jarak sedekat itu, bagaimana dia menghisap dengan semangat, dan bagaimana wajah puasnya saat kenyang, bagi saya tidak ada kata yang tepat untuk mengekspresikan perasaan ini.


Saya belum bisa menjadi istri yang baik, tapi sejak awal saya telah berkomitmen untuk menjadi ibu yang baik. Dan ini adalah hal pertama yang bisa saya berikan untuk anak saya: nutrisi terbaik di usia emasnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Glimpse of Memorable Memories

I am writing this with Kiss the Rain and Stay in Memory by Yiruma playing in Youtube. It seriously making me baper . I am trying to remember every single thing we've been through together in the past 3 months. But this is not gonna be a long post that show every details. It's just the voice of  my heart (I don't know how to say curahan hati in English). Sorry if there are some things missed. Our story started at 29th of November 2015. In the day before the opening of our course program, we decided to meet in the gate of ITB for looking for a language center building. There were only 8 of us. Some of us maybe already knew each other because we came from the same region. But mostly, that was our first meet. Oh yes, I already met Cintya the beautiful moon accidentally in Juanda airport before. The next day, we finally met each other. All of us. I remember we sat in the front, introduced our name and the place where we came from. I also remember the Jembernese came togethe...

Perempuan, jodoh dan S2.

Kemarin saya dan Mama saya ngobrol santai di meja makan. Tiba-tiba bahasannya menyerempet ke arah jodoh. Sebenarnya saya selalu menghindari topik macam begini dengan keluarga saya. " Kamu kalau udah umur 25 belum nikah, udah susah cari jodoh nanti. S2 lagi" Tante saya juga pernah bilang : "Kamu nggak mau sama si X? Dia S2 juga loh" Wkwk xD Ada yang perlu saya luruskan disini: Saya tidak pernah menganggap kuliah sebagai sarana mencari ijazah lalu pamer gelar dan lantas pilih-pilih teman apalagi jodoh. Allah tidak menilai orang dari ijazah, lantas saya siapa mau pilih suami dari strata pendidikan? Wkwk. Alasan saya melanjutkan studi S2 bukan biar uang panai jadi tinggi macam yang di meme itu xD. Bahkan kalau misalnya saya juga menganggap diri saya sebuah barang yang bisa dilabeli dengan harga, saya juga tidak akan melabeli diri saya dengan harga tinggi. Kenapa? Saya yang tau  diri saya dengan semua kekurangannya. Dari segi akademik saya bukan mahasiswa yan...

Pada Deretan Huruf

Pada deretan huruf, aku tuliskan cerita. Tentang kita yang menyapa pagi, meramu siang, dan menghimpun malam. Kita yang sebelumnya tak saling kenal, dunia kita tak bersentuhan, lingkaran kita tak beririsan, lantas dipertemukan dalam suatu epidode yang mengakrabkan kita dengan cara istimewa. Pada deretan huruf, aku abadikan kisah. Tentang kau dan aku yang beda, yang tak serupa, tapi berjalan beriringan. Setiap kata merapalkan kejujuran, bahwa setiap beda tak mesti bertentang. Hal yang kadang membuat kita berdebat, nyatanya tetap bisa membuat kita tertawa bersama. Pada deretan huruf, aku rekam setiap momen. Tentang kau yang memahamkanku bahwa dunia bukanlah ruang sempit. Ia tak melulu tentang barat dan timur, atau utara dan selatan. Kau pula yang memahamkanku bahwa kita adalah bagian dari milyaran manusia, yang tertakdir bertemu disini. Pada deretan huruf, aku bekukan kenangan. Tentang kita yang selalu berceloteh bahwa hari seperti dilipat, dan harapan agar ia bisa sedikit melambat....