Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2020

Tentang MengASIhi

“Dan bagi para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan..." (QS Al-Baqarah: 233) Maryam lahir dengan kondisi ketuban keruh sehingga harus diberikan antibiotik selama 3 hari di rumah sakit. Kami tidak melakukan IMD dan protokol rumah sakit di masa pandemi ini melarang orang tua untuk bertemu si bayi.  Sebenarnya saya juga tidak paham kenapa bayinya tidak dibawa ke kamar untuk menyusu dan justru diberikan susu formula di hari-hari pertamanya. Padahal saya sudah bertekad ASI ekslusif, dan setelah melahirkan, kolostrum saya cuma tumpah-tumpah aja nggak diminum Maryam. Sedih. Susahnya lagi ASI saya akhirnya nggak langsung keluar karena nggak ada stimulasi dari hisapan bayi. Sejak dulu saya sebenarnya nggak pernah menentang soal pemberian susu formula pada bayi. Karena saya sendiri juga merupakan bayi sufor dulunya. Tapi setelah  menjadi ibu, dan saya tau bahwa mengASIhi memang layak diperjuangkan, maka saya perjuangk...
Pembelajaran di tahun ajaran baru sudah dimulai dengan sistem distant learning atau pembelajaran jarak jauh. Sudah sejak lama sebenarnya keberadaan internet dimanfaatkan dalam pendidikan. Dapat dilihat dari merebaknya online course dan banyaknya materi pembelajaran yang bisa didapatkan secara daring. Sebenarnya sudah sejak lama pemerintah mengintegrasikan pembelajaran kita dengan kemajuan teknologi sebagai bentuk adaptasi terdapat perubahan. Sehingga saat pandemi ini menyerang, meskipun belum ada rumusan yang baik, kita terpaksa mengimplementasikan pembelajaran jarak jauh dengan memanfaatkan internet. Sejauh ini semuanya masih terasa mudah. Tapi yang perlu kita ingat adalah setiap perubahan pasti memiliki tantangan masing-masing.  Kita merasakan kemudahan karena berada di lingkungan yang mendukung sistem pembelajaran ini. Tapi tidak bisa kita lupakan bahwa ada orang-orang yang tidak seberuntung kita baik dengan lingkungan maupun modal untuk beradaptasi. Contoh sederhananya smartpho...

Mengkhawatirkanmu

Teruntuk manusia mungil yang mungkin sedang terlelap di dalam sana, yang menjadi sumber harapan, kebahagiaan dan tentu saja kekhawatiran sejak awal tahun ini. Ternyata perempuan (atau mungkin cuma saya), bisa selebay ini dalam khawatir. Melihat kembali ke awal tahun ini, saat pertama kali melihat dua garis merah. Pertama kali menyadari keberadaanmu. Kaget. Kalau saja ada alat yang bisa merekam perasaan, tentu saja saya sangat ingin merekam campur aduknya perasaan saya saat itu. Tapi ada satu perasaan yang dominan: khawatir. Entah khawatir karena apa. Mungkin khawatir tidak bisa menjadi rumah yang nyaman untukmu selama sembilan bulan ke depan. Disaat itu pula kita melakukan perjalanan cukup panjang yang sekali lagi membuat saya khawatir. Wujudmu yang bahkan belum terlihat. Dan fase itu adalah fase paling berisiko untuk keberadaan kamu di dalam sana. Dalam hati saya ingin menguatkan kamu, 'bertahan ya'. Padahal itu adalah untuk menenangkan diri sendiri. Tapi kamu hebat, ka...

Apresiasi

Apresiasi yang tulus mungkin bisa jadi barang mahal saat ini. Sering kita dengar saat ada yang memuji pencapaian seseorang, ada yang nyeletuk "wajar sih dia kan bla bla bla" sambil menyebutkan privilege yang dimiliki orang tersebut. Padahal kita tidak pernah tahu perjuangan dia secara utuh untuk mencapai sesuatu. Kalaupun kita bertukar posisi dengannya, belum tentu pencapaiannya bisa sama walaupun kita mendapat modal serupa.  Makin kesini mungkin kerasa susahnya memberi apresiasi yang tulus karena kita selalu membandingkan kelebihan yang dimiliki orang lain dengan keterbatasan kita, kita suka meremehkan usaha orang lain hanya karena mereka lebih bermodal dari kita. Kita hidup di era dimana segala hal bisa dijadikan kompetisi. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan kompetisi. Hanya saja, kita akan rentan jatuh dalam 2 keadaan: memandang rendah diri sendiri jika pencapaian kita tidak secemerlang orang lain, atau justru jatuh pada penyakit hasad kalau kita tidak berusaha meren...

Perasaan

Di usia delapan belasan, saya sempat menggalau karena perasaan. Saya sempat baper karena ekspektasi yang saya bangun sendiri. Dan saya sempat galau karena kecewa oleh ekspektasi tersebut. Tapi hal itu, baru saya sadari, merupakan sebuah titik balik untuk hidup yang saya jalani setelahnya. Saya mencoba mengalihkan setiap rasa baper ke hal-hal yang lebih esensial. Bukan lagi perkara menye-menye. Saya mengalihkan perasaan untuk lebih berempati pada sekitar. Ada banyak kedzaliman yang terjadi di muka bumi. Palestina dan Suriah sedang sangat bergejolak saat itu. Bahkan dalam skala lebih kecil, masih banyak orang-orang sekitar yang belum mengenal Al-quran, yang belum paham makna syahadat, dan masih banyak lagi. Belum lagi ketimpangan sosial yang masih sangat terasa. Tugas kita ternyata masih banyak. Fokus saya teralihkan. Kesibukan saya berpindah. Sinyal baper untuk hal remeh benar-benar dimatikan. Hati saya sepenuhnya terjaga. Saya kembali menggigit kuat-kuat prinsip dan aturan yang ...

Tentang Menjadi Diri Sendiri

"kak, bagaimana caranya menjadi diri sendiri?" Sebuah pertanyaan yang saya terima di inbox tumblr. Tidak pernah saya jawab sampai akhirnya saya putuskan untuk menulis di sini. Mumpung awal tahun, sedang menyusun resolusi perbaikan diri untuk setahun ke depan insyaaAllah, saya coba jawab sebagai bentuk nasihat untuk diri sendiri juga. Dulu saya sangat terobsesi dengan kalimat be your self. Awalnya karena saya tidak suka didikte oleh society tentang bagaimana seorang harus berpenampilan, bersikap, dll. Awalnya hanya ingin membebaskan diri dari standar penilaian sosial. Yang saya hampir lupa adalah, sebagai manusia,kita memiliki sisi baik dan sisi buruk dalam diri kita. Saat sisi baik yang sedang mendominasi maka menjadi diri sendiri itu bagus. Tapi jika sebaliknya, menjadi diri sendiri justru akan merugikan. Merasa nyaman dengan diri sendiri itu perlu. Tapi jangan lupa bahwa kita juga terikat dengan norma, lingkungan, kepentingan orang lain, dll. Kadang kita dituntut unt...