Langsung ke konten utama

Postingan

Ramadhan

 Walaupun masih banyak sekali kekurangan, Ramadhan tahun ini ternyata merupakan salah satu Ramadhan terbaik yang bisa saya jalani. Anak yang sudah lebih besar dan mandiri, jarak tempat tinggal dan kantor yang hanya 5 langkah, dan jam kerja yang lebih fleksibel, mungkin adalah beberapa hal yang membuat Ramadhan kali ini terasa lebih khidmat. Ramadhan-ramadhan sebelumnya sebagai ibu hamil, menyusui, ibu dengan bayi menuju toddler, jam kerja yang masih padat, membuat saya kewalahan dalam mengatur ibadah. Puasa jelas banyak yang ketinggalan. Sholat sunnah sebisanya saja, yang penting sholat wajib tidak ketinggalan. Sholat tarawih dan Qur'an? Selalu diusahakan sebisanya. Duo ibadah primadona di bulan Ramadhan ini harus diikhlaskan karena masih sering ketempelan bocil. Meskipun kadang merasa sedih karena Ramadhan selalu menjadi waktu istimewa untuk umat Muslim, nyatanya saya hanya bisa melaluinya dengan ibadah 'alakadarnya'. Lalu saya bertemu dengan sebuah nasihat dari ukhti fill...
Postingan terbaru

31

 Kebetulan kemarin baru ulang tahun yang ke 31 bareng suami, dan kami merayakannya di UGD Rumah Sakit :))) Alhamdulillah ala kulli haal Dalam sebulan belakangan ada cukup banyak pemicu stress yang bikin saya cukup kewalahan. Tapi selama saya bisa punya waktu tidur malam yang cukup, maka saya baik-baik saja. 2 diantara stressor tersebut adalah berita duka yang begitu mendadak. Sebagai sesorang yang takut kehilangan, dada saya sesak setiap kali mengingat kejadiannya. Salah satu keluarga yang kami sayangi berpulang, begitu cepat. Semakin memahamkan saya bahwa kematian itu begitu dekat. Bahwa hidup kita cuma sebentar saja di dunia. Setiap kali ada berita duka, selain mendoakan almarhum, saya juga berdoa semoga Allah memberi kelapangan untuk keluarga yang ditinggalkan, karena memang sesakit itu merasakan perubahan yang mendadak, butuh waktu cukup lama untuk membiasakan diri dengan ketiadaan seseorang. Saya pun berdoa jika kelak orang tua saya yang dipanggil duluan, hati saya diberi kela...

Ibu (bekerja di) rumah tangga

 Sejak jadi ibu pace hidup aku kayak orang lomba lari yang kadang full power kadang ngos-ngosan. Nggak kok ini aku nggak sedang mengeluh, cuma mendokumentasikan aja apa yang aku rasakan selama ini. Sejak anakku lahir dan memutuskan untuk tetap bekerja, hidupku kayak selalu diburu-buru sesuatu yang nggak tau apa😆. Aku wfh dan cuma ngajar di sore hari dan malam hari. Tapi karena aku juga ibu rumah tangga, maka jam kerjaku dimulai sejak pagi. Sejak pagi yang di pikiranku adalah untuk bisa ngajar dengan tenang nanti, maka segala hal harus dibereskan sedini mungkin. Semua pekerjaan rumah tangga kulakukan sambil mengurus anak. Sendiri tanpa nanny, art, orang tua atau mertua. Tahun pertama aku tantrum dan sudah mengajukan resign ke kantor. Tapi aku takut akan lebih stres kalau tidak bekerja. Kuputuskan untuk tetap kerja sambil mengubah strategi. Seiring dengan bertambahnya usia anakku, banyak hal yang mulai bisa dioptimasi dan diotomasi. Aku harus menjadwalkan segalanya sejak anakku bang...

Kebebasan dan Tanggung Jawab

Salah satu sambat yang sering saya katakan pada suami sejak menjadi Ibu adalah: saya merindukan 'kebebasan' saat belum punya anak. Hidup yang sebelumnya tampak mudah kini harus melakukan banyak penyesuaian. Terdengar egois, tapi sebagai Ibu with no nanny no ortu, 24 jam bersama anak di rumah saja tanpa bertemu siapa-siapa, sambat seperti itu rasanya wajar. Dulu sebelum jadi Ibu, weekdays maupun weekend selalu penuh dengan agenda. Kegiatan di sana-sini, atau sekedar jalan-jalan bersantai bersama teman. Setelah menjadi Ibu rasanya bahkan teman saja tidak punya. Obrolan rasanya udah beda server. Itulah kenapa saya tidak resign dari pekerjaan saya (yang waktu itu masih WFH). Selain karena saya suka mengajar, saya merasa itulah satu-satunya cara saya berkomunikasi dengan grown up. Walaupun kerepotannya dobel, mengurus anak, rumah dan pekerjaan sekaligus, setiap hari. Jika manusia membutuhkan uang, waktu, dan energi untuk dapat menjalani kehidupan dengan baik, maka untuk seorang anak...

Perkembangan bahasa dan komunikasi Maryam

Akhirnya Maryam sampai juga di salah satu milestone besar: memasuki usia 2 tahun. 2 tahun pertama yang katanya merupakan periode emas yang tidak bisa terulang lagi. 2 tahun pertama dimana pertumbuhan terjadi sangat pesat. 2 tahun pertama dimana 80% otak terbentuk. Rasanya campur aduk bisa sampai di sini. Ada rasa bahagia, bangga, sedih, juga menyesal. Bahagia karena sampai sekarang, anaknya sehat dan aktif. Bangga karena bisa menyaksikan sendiri dia melalui milestonenya satu persatu. Sedih karena masa-masa yang sudah terlewati ini tidak bisa terulang lagi. Dan ada rasa menyesal juga karena merasa belum bisa memberikan yang terbaik. Terlahir di masa pandemi, kontrol rutinnya hampir nggak pernah karena kami parno ke rumah sakit. Imunisasinya akhirnya ikut yang kejar karena tidak bisa tepat waktu. Saya juga sering mengabaikan dia dan membiarkannya main sendiri karena saya juga  masih bekerja. Nutrisi dan stimulasi menjadi fokus utama saya dalam 2 tahun pertama ini. Sejak masih ASI sam...

Maryam Tantrum

 Beberapa hari belakangan, tepatnya setelah sembuh dari demam 2 hari, Maryam entah kenapa jadi rewel sekali. Kesalahan kecil bahkan kadang saya juga nggak tau kenapa, bisa bikin dia nangis kejer. Dalam hati, oh mungkin masih lemas karena baru sembuh. Atau mungkin memang sudah masuk fase tantrum (yang mana bikin saya ngeri, tanpa tantrum pun saya butuh kesabaran ekstra, apalagi dengan tantrum). As I'm writing this, Maryam udah tidur nyenyak sejak tadi. Sudah kembali normal, sepertinya. Karena hari ini berlalu tanpa tantrum.  Ceritanya, dia minta sesuatu, saya nggak bolehin. Dia mengamuk menangis sampai saya khawatir orang-orang di luar berpikir kalau saya menyakiti dia --" Apakah saya lantas memberi apa yang dia minta? Tidak. Saya juga tidak mau kalah. Saya biarkan dia sejenak menangis semau dia. Saya hanya memastikan dia di tempat yang aman. Setelah beberapa saat saya berusaha untuk menenangkan, setidaknya dengan memeluk. Saya tidak ingin memanjakan dia dengan memberikan semua...

Episode 4

Tiga tahun menikah, banyak hal yang kami lalui sebagai pasangan. Mulai dari masa adaptasi di awal, masa kasmaran, masa berantem, baikan, berantem lagi, masa sayang-sayangan, masa diem-dieman, dll. Dinamika pernikahan ini memberikan warna tersendiri dalam hidup kami. Dari banyak hal yang dilewati, bagi saya pribadi, ada beberapa hal positif yang -secara tidak sengaja- saya dapatkan dari pernikahan ini. 1. Interaksi yang Lebih Terjaga. Setelah menikah, rasanya lebih terjaga karena memang saya mulai membatasi interaksi tidak penting dengan lawan jenis. Saya akan berpikir 2 kali sebelum membalas story teman laki-laki. Kalau tidak penting mending tidak usah. Interaksi offline maupun online saya batasi hanya urusan pekerjaan atau urusan yang benar-benar penting. Selebihnya, ya untuk apa. 2. Terjaga dari kesiaan waktu. Berbeda dengan saat masih single, saat waktu luang saya lebih banyak, setelah menikah apalagi setelah punya anak, saya cukup kesulitan untuk sekedar me time. Hampir semua waktu...