Ia
yang kadang menyesak di relung dada, seumpama lilin yang setia
menerangi sambil menunggui ajalnya, taklah sebanding dengan air mata
yang membasahi relung hati, yang menyembunyi dan tak terlihat. Merasuk
kalbu yang kadang menggores perih, memaksa jiwa yang luka untuk
tersenyum...
Ia yang kadang menggebu di relung hati, tak menyabar. Seumpama pelangi yang dinanti setelah hujan, Menanti indah yang dijanji, menunggui jejak matahari yang mengelok, merasai merahnya senja yang memanja.
Ia yang kadang datang untuk diratapi atau disyukuri, seumpama sandi yang berkelumit rumit, tak jua terpecahkan, tentang debat antara sekarat ataukah nikmat.
Tak pernah bisa kudapat kata, untuk menerjemahmu, rindu..
Ia yang kadang menggebu di relung hati, tak menyabar. Seumpama pelangi yang dinanti setelah hujan, Menanti indah yang dijanji, menunggui jejak matahari yang mengelok, merasai merahnya senja yang memanja.
Ia yang kadang datang untuk diratapi atau disyukuri, seumpama sandi yang berkelumit rumit, tak jua terpecahkan, tentang debat antara sekarat ataukah nikmat.
Tak pernah bisa kudapat kata, untuk menerjemahmu, rindu..
Tentang rindu yang kadang menyesak tapi kadang membahagiakan.
Komentar